Aturan Berbisnis Atau Berdagang Dalam Islam

SEKEDAR TADZKIRAH BAGI PERINDU SORGA

Dalam berbisnis atau berdagang, setiap Muslim mesti memperhatikan beberapa hal berikut:

1. Mencari rezeki yang halal hukumnya adalah wajib. Karena, setetes saja harta yang haram masuk ke dalam rongga perut, maka kesengsaraan akhiratlah yang akan menyambut.

2. Setiap muslim yang akan terjun ke dunia bisnis, wajib memiliki ilmu dalam berbisnis secara syar’i. T...idak asal bisa jual beli saja dan cepat kaya. Umar bin Khattab merazia ke pasar-pasar orang yg tidak faqih dalam berjual beli, lalu memukulnya dengan tongkat dan berkata: “Tidak boleh berbisnis di pasar kita ini kecuali orang yang Faqih. Kalau tidak, dia akan memakan riba, suka atau tidak suka.” (lihat Fiqh sunnah bab Bai’)

3. Jual beli yang sah dan halal adalah jual beli yang memenuhi semua rukun dan syarat-syarat jual beli. Bila rukun dan syarat terpenuhi dengan sempurna, maka halallah jual beli tersebut. Jika kurang salah satunya, maka jual beli tidak sah dan menjadi haram.

4. Rukun jual beli adalah: adanya penjual dan pembeli yang jelas, ijab dan Kabul yang sesuai dengan standar syar’I untuk hal-hal yg besar dan berharga, dan sesuai standar kebiasaan/adat untuk jual beli yg remeh temeh (kecil-kecil)

5. Jual beli sah apabila barang yang diperjual belikan memenuhi syarat-syarat:

a. Barangnya suci, karena najis haram diperjual belikan, seperti babi, anjing, bangkai dll.

b. Bermanfaat, maka tidak boleh memperjual belikan sesuatu yg tdk bermanfaat, seperti: kecoa, ular, tikus dll

c. Barang tersebut betul-betul milik penuh sipenjual, atau telah diizinkan utk dijual oleh pemiliknya kepada yg diwakilkannya. Tidak boleh menjual barang yg belum menjadi milik sendiri.

d. Barang tsb dapat diserah terimakan secara syar’I dan secara konkrit. Maka tidak sah menjual ikan di laut, burung di udara atau janin di perut, dll.

e. Barang dan harga jelas. Barang yang jelas artinya bisa dilihat dan diraba, jelas ukuran, takaran, berat dll. Tidak sah kalau hanya dengan gambar atau photo saja, padahal barang itu yg termasuk jenis berukuran, atau berat, atau takaran. Harga yang jelas bisa dgn standar emas, perak atau mata uang. Oleh karena itu, jual beri barang yg tidak ada di majelis jual beli, atau sulit melihat dan membuktikan kebenaran ukuran dan takarannya, maka jual belinya tidak sah.

f. Barang tersebut telah dipegang atau dalam genggaman si pembeli. Maka tidak boleh menjual barang yang sudah kita beli, tetapi barang tersebut masih dalam gudang sipenjual pertama.

6. Terbebas dari riba (haram) dan syubuhat.

a. Adapun yang HARAM, adanya keuntungan yang tetap dari modal (persentase dari modal), maka itu jelas-jelas riba dan haram hukumnya. Sedangkan bagi hasil yang ditetapkan dari keuntungan (persentase dari keuntungan) tidak lah riba, dan nominalnya pasti berubah-ubah (tidak tetap). Juga masuk dalam kriteria HARAM adalah keuntungan yang sangat fantastis, spt : bisnis memberikan keuntungan 5 atau 10% sebulan. Berarti 60 atau 120% setahun. Tidak akan ada bisnis yang mampu memberikan untung sebesar itu kecuali judi atau money game.

b. Adapun yang syubuhat, banyak sekali contoh-contohnya:

i. Antara jual beli dan investasi. Kalau jual beli, barang harus jelas-jelas ada dan tergenggam. Realitanya barangnya gak dipegang dg tangan. Klu investasi, tentunya yg islamy adalah bagi hasil. Pastilah keuntungannya tdk tetap. Realitanya keuntungannya tetap. Ini sangat syubuhat.

ii. Mendapatkan bonus atau keuntungan dari kaki (downline) ke 3, ke 4 dan seterusnya. Apa landasan syar’inya seseorang masih terus saja dapat keuntungan dalam transaksi orang lain yang dia tidaklah pihak yg bertransaksi. Ini juga sangat syubuhat.

iii. Lihat dan ketahuilah dengan baik, dengan siapa berbisnis? Siapa pemilik utama perusahaan? Bila pemilik utamanya tidak jelas, atau non muslim, atau muslim pandosa, tentunya berbisnis dgn mereka artinya memperkuat musuh-musuh Islam.

Bagi yang ingin meraih sorga Allah, jangankan yang HARAM, yang syubuhatpun tidak akan dia tempuh. Karena Rasulullah saw sudah menegaskan,”Barang siapa yang jatuh ke dalam syubuhat, maka dia telah jatuh ke dalam yang haram…” (HR Bukhari dan Muslim dari Nukman bin Basyir).

Janganlah ikut dalam MLM apapun, bila MLM itu belum mendapatkan label halal pada SISTEM dan pada PRODUK sekaligus, dari MUI pusat atau DEWAN SYARIAH NASIONAL. Bukan sekedar halal pada produk saja, dan bukan sekedar halal dari MUI kota dan kabupaten saja.

Wallahu A’laa wa A’lam bishshawab.


pencerahan dari ust. H. Irsyad Syafar, Lc, M.Ed, pimpinan Perguruanislam Arrisalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar