Renungan #05, Ancaman Bagi Pelaku Riba

Renungan ayat kali ini akan diterangkan mengenai ancaman bagi pelaku riba. Ada yang diancam perang, sampai diingatkan dengan siksaan pada hari kiamat.

Beramal Shalih, Menunaikan Shalat, Mengeluarkan Zakat

Sebelumnya Allah ingatkan bahwa riba itu hanya memusnahkan harta dan menghilangkan barakah harta. Hal ini berbeda jauh dengan sedekah, di mana sedekah dapat mengembangkan harta dan menambah berkahnya. Lalu disebutkanlah pujian bagi orang yang beriman, beramal shalih, menunaikan shalat dan membayar zakat. Mereka akan mendapatkan pahala dari Allah,
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 277)
Lihatlah balasan bagi mereka adalah akan mendapatkan pahala di sisi Allah. Mereka tidak khawatir dengan alam akhirat di hadapan mereka. Mereka pun tidak bersedih hati dengan dunia dan berbagai kenikmatan yang luput dari mereka.

Tinggalkan Riba

Perintah selanjutnya adalah meninggalkan sisa riba. Dalam ayat disebutkan,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 278)
Mereka yang beriman pada Allah dan mengikuti Rasul-Nya pasti akan takut pada Allah sehingga akan menjalankan perintah dan menjauhi larangan.
Kalau memang benar beriman pada Allah, maka tinggalkanlah riba yang belum dipungut dan yang jadi miliknya hanyalah utang yang pokok (tidak berlaku tambahannya).
Itulah orang yang benar beriman pada Allah dan benar-benar menjauhi larangan Allah berupa riba.
Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan, “Tinggalkanlah tambahan dalam pokok utang setelah peringatan pada ayat di atas.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2: 286)

Para Pemakan Riba (Rentenir) Diancam Akan Diperangi

Diancamlah pelaku riba dengan perang,
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 279)
Maksudnya jika tetap mengambil riba, maka Allah mengancam perang. Jika bertaubat, maka harta pokoknya saja yang diambil, tambahan riba tidak boleh diambil.
Janganlah berbuat zalim dengan mengambil lebih dari harta pokok. Jangan pula dizalimi dengan mengambil kurang dari harta pokok tadi.
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Jika ada yang tidak mau berhenti dari memakan riba, maka pemimpin kaum muslimin wajib memintanya untuk bertaubat. Jika tidak mau meninggalkan, maka dipenggal lehernya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2: 286)

Tolonglah Orang yang Berutang, Bukan Mempersulit

Di sini adalah ayat yang menunjukkan dorongan pada kreditur (pihak yang memiliki tagihan pada pihak lain) agar memberikan kemudahan pada orang yang sulit (melunasi utang).
Kemudahan yang diberikan bisa jadi diberi penundaan sampai memiliki harta. Kemudahan lain bisa jadi pula bersedekah dengan cara memutihkan utang atau menggugurkan sebagiannya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 280).
Dari salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –Abul Yasar-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُظِلَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى ظِلِّهِ فَلْيُنْظِرِ الْمُعْسِرَ أَوْ لِيَضَعْ عَنْهُ
Barangsiapa ingin mendapatkan naungan Allah ‘azza wa jalla, hendaklah dia memberi tenggang waktu bagi orang yang mendapat kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan dia membebaskan utangnya tadi.” (HR. Ahmad, 3: 427. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Katsir mengatakan, bersabarlah pada orang yang susah yang sulit melunasi utang. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2: 287).
Di halaman yang sama, Ibnu Katsir juga menyatakan bahwa jangan seperti orang Jahiliyah, di mana ketika sudah jatuh tempok disebutkan pada pihak yang berutang (debitur), “Lunasilah. Kalau tidak, utangmu akan dikembangkan.”
Kalau disuruh bersabar, maka tidak boleh kenakan riba. Riba di masa dulu seperti dicontohkan oleh Ibnu Katsir, ketika tidak mampu melunasi saat jatuh tempo barulah ada riba.
Kalau riba masa kini, sejak awal meminjamkan sudah dikenakan bunga (riba) dan kalau telat ada denda.

Ingat Hari Kiamat

Setelah diingatkan masalah riba dan bahayanya utang riba, maka diingatkan tentang keadaan hari kiamat,
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah: 281). Maksud mereka tidak dizalimi adalah mereka tidak dikurangi pahalanya dan mereka tidak ditambahi dosa.
Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:

Al-Mukhtashor fii At-Tafsir. Penerbit Muassasah Syaikh ‘Abdullah bin Zaid Al-Ghanim Al-Khairiyah.
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Disusun di malam hari ke-6 Ramadhan 1437 H @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @UntaianNasihat, @RemajaIslam


Sumber : https://rumaysho.com/13642-renungan-05-ancaman-bagi-pelaku-riba.html

Renungan #04, Riba Sama dengan Jual Beli?

Ternyata ada ayat yang secara khusus memperingatkan tentang masalah riba. Bahkan masalah ini dibicarakan sekaligus dengan masalah utang di akhir-akhir surat Al-Baqarah, kalau dilihat ada pada dua halaman dalam mushaf Al-Qur’an. Ini menunjukkan riba benar-benar bahaya.
Coba renungkan ayat berikut ini,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (275) يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ (276)
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah: 275-276)

Keadaan Pemakan Riba Ketika Keluar Dari Alam Kubur

Awalnya diingatkan,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) gila.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Apa yang dimaksud dengan ayat di atas?
Ayat di atas dimaksudkan ketika dibangkitkan dari alam kubur.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Orang yang memakan (mengambil) riba akan bangkit dari kubur mereka pada hari kiamat seperti orang yang terkena ayan (epilepsi) saat berdiri, di mana ia bertindak serampangan karena kerasukan setan. Saat itu ia berdiri sangat sulit.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2: 278).
Ibnu ‘Abbas berkata, “Pemakan riba akan bangkit pada hari kiamat dalam keadaan gila dan mencekik dirinya sendiri.” (Idem)
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menyatakan, “Itulah keadaan yang buruk bagi orang yang memakan riba. Orang yang memakan riba tidak dapat berdiri dari kuburnya pada hari berbangkit melainkan seperti orang yang kerasukan yang nampak gila.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hlm. 117).
Imam Asy-Syaukani membahas lebih luas, tercatat bahwa ancaman riba yang dimaksud dalam ayat bukan hanya untuk pemakan riba. Yang disebut dalam ayat untuk pemakan riba hanya untuk menunjukkan jeleknya pelaku tersebut. Namun setiap orang yang bermuamalah dengan riba terkena ancaman ayat di atas, baik yang memakan riba (rentenir) maupun yang menyetor riba (yang meminjam uang atau nasabah).
Imam Asy Syaukani juga berpendapat bahwa keadaan dia seperti orang gila yang kerasukan setan itu bukan hanya saat dibangkitkan dari kubur, namun berlaku untuk keadaannya di dunia. Orang yang mengumpulkan harta dengan menempuh jalan riba, maka ia akan berdiri seperti orang majnun (orang gila) yaitu karena sifatnya yang rakus dan tamak. Gerakannya saat itulah seperti orang gila. Seperti jika kita melihat ada orang yang tergesa-gesa saat berjalan, maka kita sebut ia dengan orang gila. (Lihat Fath Al-Qadir karya Asy-Syaukani, 1: 499).

Jual Beli dan Riba Jelas Berbeda

Dalam ayat yang sama dilanjutkan,
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Lihatlah dalam ayat di atas, Allah membedakan antara riba dan jual beli. Sedangkan mereka menyatakan jual beli dan riba itu sama karena sama-sama menarik keuntungan di dalamnya. Padahal keduanya berbeda. Jual beli jelas dihalalkan karena ada keuntungan dan manfaat di dalamnya, baik yang bersifat umum maupun khusus. Sedangkan riba diharamkan karena di dalamnya ada kezaliman dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil, ini bukan seperti keuntungan yang ada dalam jual beli yang sifatnya mutualisme (saling menguntungkan antara penjual dan pembeli). (Lihat Al-Mukhtashor fi At-Tafsir, hlm. 47)

Jika Sudah Bertaubat dari Riba

Kelanjutan dari ayat yang sama,
فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Siapa saja yang telah sampai padanya peringatan dan larangan dari Allah, lantas ia bertaubat, maka riba yang sudah terlanjur diambil tidak ada dosa untuknya.
Sedangkan yang mengulangi mengambil riba padahal sudah diberi peringatan, maka ia pantas mendapatkan siksa neraka dan kekal di dalamnya.
Yang dimaksud kekal di dalamnya di sini adalah ia akan tinggal dalam waktu yang lama di neraka. Karena kalau kekal selamanya dalam neraka hanya diperuntukkan pada orang kafir saja. Sedangkan ahli tauhid tidaklah kekal selamanya di dalam neraka. (Lihat Al-Mukhtashor fi At-Tafsir, hlm. 47)

Sedekah dan Riba itu Berbeda di Akhirnya

Setelah itu Allah bedakan antara berkahnya sedekah dan hancurnya riba,
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah: 276)
Lihatlah disebutkan bahwa harta riba itu akan sirna, bisa jadi secara kasatmata memang musnah atau secara maknawi berkah harta itu akan hilang.
Adapun sedekah akan berbuah pahala yang berlipat-lipat, di mana satu kebaikan minimal dibalas dengan sepuluh yang semisal, bahkan bisa dilipatgandakan lebih daripada itu. Di samping itu, harta dari orang yang bersedakah itu akan diberkahi.
Lalu diingatkan bahwa Allah tidak menyukai orang kafir lagi penentang, menghalalkan yang haram dan terus menerus berada dalam maksiat dan dosa.

Kesimpulan dari ayat yang kita kaji di atas, yang menunjukkan riba itu diingatkan dengan keras dari sisi:
  1. Pemakan riba akan keluar dari kuburnya seperti orang yang terkena ayan karena kesurupan setan.
  2. Riba itu menarik untung dalam hal utang piutang dan ini sangat berbeda dengan jual beli karena dalam riba terdapat ketidakadilan.
  3. Riba terdapat kezaliman dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
  4. Diperintahkan untuk bertaubat dari riba dengan tidak mengulangi untuk memakan riba lagi.
  5. Pemakan riba diancam neraka dengan berada dalam waktu yang lama di dalamnya.
  6. Riba berujung hancurnya harta dan hilangnya keberkahan harta. Berbeda halnya dengan sedekah yang akan mengembangkan harta secara kasatmata atau menambah berkahnya.
Semoga Allah memberkahi harta kita dengan sedekah dan jual beli yang halal, dan menjauhkan kita dari riba dan debu-debunya.
Disusun @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, hari Ramadhan keempat 1437 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @UntaianNasihat, @RemajaIslam


Sumber : https://rumaysho.com/13633-renungan-04-riba-sama-dengan-jual-beli.html

Kisah Nyata Pertolongan Allah (Berhenti Riba)

Kisah nyata lagi, Segera sudahi RIBA mu.
Insya Allah, niat saya sharing disini bukan dalam rangka pamer atau niat jelek lainnya. Saya berharap sharing ini bisa diambil sisi positifnya saja, menambah semangat untuk segera TiBa (anTI riBA). Apa yang saya dapatkan ini semata karunia dari Allah.
Masih teringat bagaimana pagi tadi pukul 9 menjelang 10 waktu Denpasar, saya menelfon CS bank untuk menutup kartu kredit saya. Menelfon dengan tangan gemetaran. Bukan karena takut, tapi karena ‘excited’. ALLAAHU AKBAR. Berikut kisahnya,,
Saya ingat sekali, sehari sebelum bertemu RCC (RIBA Crisis Center), saya dalam keadaan bingung, karena benar-benar tidak tau harus berbuat apa untuk melunasi hutang kartu kredit. Betul-betul pasrah kepada Allah setelah berusaha sekian lama mencicil tapi tak kunjung lunas. Tapi tidak ada yang namanya kebetulan, semuanya sudah di atur oleh Allah. Saat itu saya melihat sebuah foto yang di share oleh KPMI bertuliskan Riba Crisis Center. “Apa pula ini?”, pikir saya. Segera saya request join dan setelah di approve, saya memposting tentang problem yang saya hadapi.
Alhamdulillaah, meski saat itu saya merasa seperti orang dungu, konyol, bodoh sekali mencicil sedemikian rupa yang saya lakukan sebelumnya, akhirnya saya dapat banyak ilmu dan tips cara melunasi hutang yang benar.
Semalam, jujur saya bingung. Saya ada uang yang jumlahnya nge-pas untuk membayar tagihan kartu kredit saya. Padahal tadinya, saya mau gunakan sedikit untuk modal usaha bikin kue untuk dititip di warung. Saya galau. Kalau saya bayar kartu kredit, saya tidak punya modal lagi. Dalam kegalauan itu, alhamdulillaah, saya ingat nasihat bahwa Allah akan memberikan jalan keluar bila kita bertakwa. Akhirnya saya memilih untuk melunasi kartu kredit saja agar segera mengecil pintu-pintu riba yang selalu menganga itu. Toh saya pikir, bila memang yang saya lakukan ini benar, maka Allah akan melapangkannya tanpa menyisakan rasa gelisah.
Dini hari menjelang pukul 3 WITA, bayi saya bangun karena lapar, dan hape saya yang lowbatt bergetar minta di charge. Saya lihat ada SMS. Ternyata sahabat saya, ummahat di Bogor, diluar dugaan saya, memberi saya hadiah, persis nominalnya sejumlah uang utk melunasi kartu kredit tadi yang tidak jadi saya gunakan untuk modal jualan. Masya Allaah.


Sumber : http://penyegarhati.com/2016/01/kisah-nyata-pertolongan-allah-berhenti-riba/

Semangat Bisnis: Nashrullah Bagi Yang Berkomitmen

Namanya pak Cepy. Beliau salah satu pengusaha asal Cianjur. Dalam kisahnya yang inspiratif saat ikut acara Bisnis Untung Bisnis Berkah, minggu lalu di Jakarta, beliau menuturkan pengalamannya membebaskan diri dari utang dan riba.
Awalnya Pak Cepy ikut seminar bisnis tanpa riba yang diselenggarakan oleh SBC Global setiap sabtu di Mesjid azZikra sentul city. Materi dalam seminar, bukan sesuatu yang baru baginya. Sudah sering dengar penjelasan tentang akidah islam dan konsekuensinya. Namun saat penjelasan yang menyeluruh dan membekas tentang utang dan riba, dirinya serasa ditampar bolak-balik. Selama ini dia menganggap utang perkara biasa dalam bisnis dengan segala ketentuannya. Namun ternyata, justeru utang membuka pintu yang menjerumuskan dalam praktik riba. Dan kompensasi dosa besar bagi yang tak mampu melunasi utang dan pelaku riba, makin menenggelamkan pak Cepy dalam penyesalan. Dia berkomitmen untuk membebaskan diri dan bisnisnya dari riba.
Sepulang dari seminar, pak Cepy langsung menggunting 5 buah kartu kredit yang selama ini menjeratnya sebagai pelaku riba. Menjelang deadline utang riba yang jumlahnya miliaran, sudah tak mungkin meminta tolong pada manusia. Beliau berdoa Allah agar membukakan jalan keluar. Allah swt segera menjawabnya. Hanya dalam waktu beberapa, Allah swt memudahkan jalan menjual tanah yang nilainya miliran rupiah. Utang Riba bisa segera dilunasi. Subhanallah...!
Amazing nasrullah juga dialami Pak Mirza, salah seorang pengusaha dari Semarang. Setelah 12 kartu kreditnya dia tutup, saatnya membebaskan bisnis dari utang dan riba. Hari senin jam 10 pagi, deadline utang riba sejumlah 1,2 M harus segera di lunasi. Sementara hingga hari jumat sebelumnya, dana cash hanya ada 200jt. Dengan bermodal keyakinan kuat akan nasrullah, Pak Mirza berusaha menjual propertinya senilai 1 M dengan calon pembeli yang sedang umroh. Alhamdulillah.. Dalam dua hari, penjualan deal. Dana ditransfer senin pagi. Utang riba bisa dilunasi. Subhanallah...!
Sahabat pengusaha, tak ada yang mustahil bagi Allah swt untuk menolong hambanya yang komitmen. Jika kita tetap memegang erat praktik riba dalam bisnis, selama itu pula keberkahan Allah akan menjauhi. Sebaliknya, jika kita berkomitmen, pertolongan Allah siap membantu kita. Renungkan sabda rosul: “Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah) .
Masih takut kehilangan kekayaan, bisnis, atau kehidupan berkecukupan dalam gelimang harta riba, bisa belajar dari seorang Asep Ridwan Ismail, pengusaha konveksi dari Bandung. Dia lepaskan semua kekayaan dan aset bisnis untuk melunasi utang dan riba hingga akhirnya tinggal di rumah kontrakan. Dalam waktu satu tahun, Allah swt mengganti semua dengan yang lebih baik. Kekayaan dan bisnisnya kembali dia peroleh tanpa riba dan penuh keberkahan. Rosul saw bersabda: "Tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, kecuali Allah akan mengganti bagimu dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang kamu tinggalkan.“ (HR Ahmad & Baihaqi)

Terbelit Utang Riba Ratusan Juta, Bagaimana Cara Melunasinya?

Bagaimana cara melunasi utang riba ratusan juta rupiah? Ini jumlah yang begitu banyak. Namun demikianlah sebagian orang gemar berutang, bahkan memiliki kartu kredit yang begitu banyak yang berisi utang ratusan juta rupiah.

Yang Namanya Utang Tidak Mengenakkan

Kami selalu ingatkan bahwa utang itu tidak mengenakkan hidup. Hidup jadi tidak tenang. Apalagi jika utang sudah menumpuk dan terus dikejar debt collector. Pasti tidur dan istirahat jadi tidak mengenakkan dan tidak tenang. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan utangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078 dan Ibnu Majah no. 2413. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Asy Syaukani berkata, “Hadits ini adalah dorongan agar ahli waris segera melunasi utang si mayit. Hadits ini sebagai berita bagi mereka bahwa status orang yang berutang masih menggantung disebabkan oleh utangnya sampai utang tersebut lunas. Ancaman dalam hadits ini ditujukan bagi orang yang memiliki harta untuk melunasi utangnya lantas ia tidak lunasi. Sedangkan orang yang tidak memiliki harta dan sudah bertekad ingin melunasi utangnya, maka ia akan mendapat pertolongan Allah untuk memutihkan utangnya tadi sebagaimana hal ini diterangkan dalam beberapa hadits.” (Nailul Author, 6: 114).
Bentuk jelek lainnya yang timbul dari banyak berutang, yang namanya utang mengajarkan orang untuk mudah berbohong. Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ يَدْعُو فِى الصَّلاَةِ وَيَقُولُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ » . فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنَ الْمَغْرَمِ قَالَ « إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ .
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a di dalam shalat: Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).” Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan dari utang?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Jika orang yang berutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397 dan Muslim no. 589).
Al Muhallab mengatakan, “Dalam hadits di atas terdapat dalil tentang wajibnya memotong segala perantara yang menuju pada kemungkaran. Yang menunjukkan hal ini adalah do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berlindung dari utang dan utang sendiri dapat mengantarkan pada dusta.” (Syarh Al Bukhari karya Ibnu Baththol, 12: 37).
Realita yang ada itulah sebagai bukti. Orang yang berutang seringkali berdusta ketika pihak kreditur datang menagih, “Kapan akan kembalikan utang?” “Besok, bulan depan”, sebagai jawaban. Padahal itu hanyalah dusta dan ia sendiri enggan melunasinya.

Cara Melunasi Utang Riba

Berikut adalah beberapa kiat yang bisa kami utarakan dan semoga bermanfaat.

1- Taubat dari riba

Agar mudah mendapatkan pertolongan Allah, harus mengakui bahwa berutang dengan cara riba adalah dosa. Bahkan pelakunya atau nasabah utang riba terkena laknat. Dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598).
Kalau demikian yang pertama dilakukan adalah bertaubat. Taubat yang sungguh-sungguh adalah bertekad tidak ingin meminjam uang dengan cara riba lagi. Allah Ta’ala memerintahkan untuk melakukan taubat yang tulus,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)
Hudzaifah pernah berkata,
بحسب المرءِ من الكذب أنْ يقول : أستغفر الله ، ثم يعود
“Cukup seseorang dikatakan berdusta ketika ia mengucapkan, “Aku beristighfar pada Allah (aku memohon ampun pada Allah) lantas ia mengulangi dosa tersebut lagi.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 411).
Ibnu Rajab Al Hambali berkata, “Terlarang seseorang mengucapkan ‘aku bertaubat kepada Allah’ lantas ia mengulangi dosa tersebut kembali. Karena taubat nashuha (taubat yang sejujurnya) berarti seseorang tidak mengulangi dosa tersebut selamanya. Jika ia mengulanginya, maka perkataannya tadi ‘aku telah bertaubat’ hanyalah kedustaan.” (Idem).
Namun menurut mayoritas ulama berpendapat bahwa sah-sah saja seseorang mengatakan aku telah bertaubat, lalu ia bertekad tidak akan melakukan maksiat itu lagi. Kalau ia mengatakan, “Aku tidak akan mengulangi dosa tersebut lagi”, maka itulah yang ia tekadkan saat itu. (Idem)
Yang terpenting adalah tekad tidak akan berutang dengan cara riba lagi.

2- Perbanyak istighfar karena memohon ampun pada Allah itulah yang akan memudahkan rezeki

Terdapat sebuah atsar dari Hasan Al Bashri rahimahullah yang menunjukkan bagaimana faedah istighfar yang luar biasa.
أَنَّ رَجُلًا شَكَى إِلَيْهِ الْجَدْب فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر الْفَقْر فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر جَفَاف بُسْتَانه فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر عَدَم الْوَلَد فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، ثُمَّ تَلَا عَلَيْهِمْ هَذِهِ الْآيَة
“Sesungguhnya seseorang pernah mengadukan kepada Al Hasan tentang musim paceklik yang terjadi. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kemiskinannya. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kekeringan pada lahan (kebunnya). Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau karena sampai waktu itu belum memiliki anak. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian setelah itu Al Hasan Al Bashri membacakan surat Nuh,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا ) 12(
Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12). (Riwayat ini disebutkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 11: 98)
Jadi, istighfar adalah pembuka pintu rezeki dan pembuka jalan agar terlepas dari utang yang memberatkan.

3- Jual aset tanah, rumah atau kendaraan

Sebagian orang sebenarnya punya aset yang berharga dan itu bisa digunakan untuk melunasi utang riba ratusan juta. Namun karena saking hasratnya tetap harus memiliki harta jadi utang tersebut terus ditahan. Padahal jika tanah, rumah atau kendaraan sebagai aset yang ia miiki dijual, maka akan lunas semua utangnya. Ingatlah, orang yang serius untuk melunasi utangnya akan ditolong oleh Allah. Sebaliknya yang enggan lunasi padahal punya aset dan mampu melunasi, tentu akan jauh dari pertolongan Allah.
Dulu Maimunah ingin berutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kholil-ku (kekasihku) shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلاَّ أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِى الدُّنْيَا
Jika seorang muslim memiliki utang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi utang tersebut, maka Allah akan memudahkannya untuk melunasi utang tersebut di dunia”. (HR. Ibnu Majah no. 2399 dan An Nasai no. 4686. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih kecuali lafazh “fid dunya” -di dunia-)
Juga terdapat hadits dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الدَّائِنِ حَتَّى يَقْضِىَ دَيْنَهُ مَا لَمْ يَكُنْ فِيمَا يَكْرَهُ اللَّهُ
Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berutang (yang ingin melunasi utangnya) sampai dia melunasi utang tersebut selama utang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 2400. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Jadi, orang yang serius melunasi utangnya akan ditolong oleh Allah.

4- Lebih giat lagi untuk bekerja

Dengan makin kiat bekerja dan terus memperhatikan nafkah keluarga, maka Allah akan memberikan ganti dan memberikan jalan keluar. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
Ketika hamba berada di setiap pagi, ada dua malaikat yang turun dan berdoa, “Ya Allah berikanlah ganti pada yang gemar berinfak (rajin memberi nafkah pada keluarga). Malaikat yang lain berdoa, “Ya Allah, berikanlah kebangkrutan bagi yang enggan bersedekah (memberi nafkah).” (HR. Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010)

5- Bersikap lebih amanat

Semakin kita amanat, maka semakin orang akan menaruh kepercayaan kepada kita. Semakin tidak amanat, maka kita sendiri yang akan mendapatkan kesusahan. Itu realita yang terjadi di tengah-tengah kita. Kalau dalam masalah utang, kita bersikap amanat dalam mengembalikannya, maka tentu orang akan terus menaruh rasa percaya dan bisa saja tidak dikenakan riba saat peminjaman.
Sifat amanah dalam berutang sudah barang tentu wajib dimiliki. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ
Tunaikanlah amanat kepada orang yang menitipkan amanat padamu.” (HR. Abu Daud no. 3535 dan At Tirmidzi no. 1624, hasan shahih)

6- Bersikap hidup lebih sederhana dan qana’ah

Dengan bersikap hidup sederhana kala terlilit utang, maka akan mengurangi pengeluaran dan akhirnya lebih diprioritaskan pada pelunasan utang. Sifat qana’ah yaitu merasa cukup dan bnar-benar bersyukur dengan rezeki yang Allah beri sunggu akan mendatangkan kebaikan. dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al ’Ash, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدِىَ إِلَى الإِسْلاَمِ وَرُزِقَ الْكَفَافَ وَقَنِعَ بِهِ
Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam, diberi rizki yang cukup, dan qana’ah (merasa cukup) dengan rizki tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 4138, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

7- Perbanyak doa yang dicontohkan Rasul

Ada dua doa yang bisa membantu agar terlepas dari sulitnya utang.
a- Doa agar tidak terlilit utang
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom [Artinya: Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan sulitnya utang] (HR. HR. Bukhari no. 2397 dan Muslim no. 589).
b- Doa agar lepas dari utang sepenuh gunung
Dari ‘Ali, ada seorang budak mukatab (yang berjanji pada tuannya ingin memerdekakan diri dengan dengan syarat melunasi pembayaran tertentu) yang mendatanginya, ia berkata, “Aku tidak mampu melunasi untuk memerdekakan diriku.” Ali pun berkata, “Maukah kuberitahukan padamu beberapa kalimat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkannya padaku yaitu seandainya engkau memiliki utang sepenuh gunung, maka Allah akan memudahkanmu untuk melunasinya. Ucapkanlah doa,
اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
“Allahumak-finii bi halaalika ‘an haroomik, wa agh-niniy bi fadhlika ‘amman siwaak” [Artinya: Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu] (HR. Tirmidzi no. 3563, hasan menurut At Tirmidzi, begitu pula hasan kata Syaikh Al Albani)

8- Meminjam uang pada orang lain untuk melunasi utang riba

Dalam Liqa’ Al Bab Al Maftuh (194: 12), Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata, “Setiap orang wajib berlepas diri dari riba tersebut sesuai dengan kemampuannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pemakan riba (rentenir) dan orang yang menyerahkan riba (nasabah). Boleh jadi dia meminta pinjaman utang dari saudara atau kerabatnya untuk melunasi utang bank tersebut agar gugur darinya riba. Yang terpenting adalah dia harus tetap merencanakan hal ini. Jika tidak mungkin, maka dia berusaha meminta pada bank agar jangan ada lagi tambahan riba. Akan tetapi setahu kami, bank tidak mungkin menyetujui hal ini.”
Tentu saja pinjaman tersebut bisa diperoleh jika kita punya sifat amanat dan bisa mendapatkan kepercayaan dari orang lain.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Selesai disusun @ Darush Sholihin, malam 5 Safar 1436 H
Yang senantiasa mengharapkan bimbingan Rabbnya: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Artikel Rumaysho.Com


Sumber : https://rumaysho.com/9681-terbelit-utang-riba-ratusan-juta-bagaimana-cara-melunasinya.html

CARA KELUAR DARI HUTANG RIBA

Bismillahirrahmanirrahiim.
Assalamu’alaikum Aisyah!
Kali ini topik kita adalah tentang HUTANG RIBA. Saya akan memulai dari cerita saya sendiri.
Mungkin saya bukan ahli dalam bidang ini. Namun semoga ada yang dapat mengambil manfaat dari pengalaman yang alhamdulillah sudah terlewati.
Adakah disini yang memiliki hutang ke bank? Lalu kemudian lelah untuk terus bekerja yang akhirnya akan disetorkan untuk membayar cicilan? Dan yang terparah adalah kok ternyata saya bayar hanya bunganya saja? Pokoknya tetep segitu-segitu aja?
Alhamdulillah saya pernah, tepatnya adalah keluarga saya. Yang akhirnya saya  harus ikut-ikutan merasakan pahitnya akibat dari hutang tersebut. Bukannya bermaksud untuk membuka aib keluarga, namun sekali lagi, semoga ada yang dapat mengambil manfaatnya. Dan segera TINGGALKAN HUTANG RIBA SEKARANG JUGA, karena ini benar-benar bahaya.
Sebagaimana bahayanya? Semoga teman-teman belum mengalami sampai seperti cerita dibawah ini.
———————————————————————————————————————————
Beberapa tahun yang lalu, sekitar tahun 2005. Saat itu saya masih SMP. Ayah saya meninggal saat saya berusia 3 tahun, berarti sudah sekitar 10 tahun ummuku menjalankan perusahaan kayu peninggalan ayah. Alhamdulillah usaha tersebut cukup maju.  Sehingga berdatanganlah para marketing bank untuk menawarkan pinjaman dengan iming-iming memperbesar scaleperusahaan. Beberapa kali ditawari, akhirnya ummuku tergoda untuk mengambil penawaran tersebut dalam jumlah yang cukup besar. Disini awal mula semuanya berubah.
Oke, tadi logikanya untuk “Memperbesar scale Perusahaan” ya. Namun kemudian apa yang terjadi? Dalam waktu 8 tahun, perlahan tapi pasti. Hutang tersebut berhasil menarik semua aset hingga akhirnya gulung tikar sepenuhnya. Berawal dari satu persatu cabang ditutup, mesin-mesin dijual, mobil dijual dan yang terakhir perusahaan pusat resmi gulung tikar pada tahun 2013 dan hutang masih segitu-segitu aja. Sedih T,T
Adakah yang mengherankan disini? Mungkin secara logika, “yah itu mah nggak bener aja jalanin usahanya” Mungkin bisa saja seperti itu. Tapi kenyataanya. Usaha memang lancar saja pada awalnya. Sangat sibuk dalam beberapa tahun. Namun selalu ada saja hal atau musibah yang menyebabkan kita harus mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar melebihi dari apa yang kita hasilkan. Setiap tahun. Hingga akhirnya ummuku berfikir “Neng usaha teh besar. Tapi kenapa yang kebutuhan kita sulit untuk tercukupi.”
Belakangan ini, saya baru tahu ternyata itu adalah akibat dari ketidakberkahan suatu usaha. Penghasilan besar, usaha sibuk dan melelahkan, tapi seakan ada kekuatan yang besar, yang tidak mengizikan kita untuk menikmati hasil usaha tersebut.
2013 kami tidak dapat mempertahankan perusahaan, hutang membumbung dan tidak ada penghasilan sama sekali. Bayangkan saja. Sampai akhirnya kami kelelahan. Disitulah titik dimana kami banyak belajar.  Hingga saat ini saya tak henti-hentinya bersyukur diberikan pengalaman berharga ini.
2 tahun ini adalah proses yang cukup berat. Awalnya gali lobang tutup lobang untuk menutupi hutang yang satu dengan hutang yang lain. Tapi saat itu kami lakukan. Hutang malah jadi semakin besar dan masalah tidak selesai. Orang-orang berubah. Hingga Ummuku merasakan yang namanya tidak dipercayai orang lagi. Karena kami benar-benar seringkali tidak dapat membayar hutang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Dan memang dikatakan dalam Hadist Bukhari no.2397. Rasulullah bersabda “Orang yang berhutang memiliki 3 penyakit, yaitu: Jika berkata dia seringkali berdusta, Jika dipercaya dia seringkali mengkhianati dan jika berjanji dia seringkali mengingkari.” Ini bukan hanya sekedar hadist. Tapi memang begitu. Allah tidak memampukan orang yang berhutang dan mengandalkan hutang hingga efeknya penyakit itu benar-benar terjadi. Serem yah T,T.
Saat seperti inilah. Yang membuat kami tersungkur. Mengakui tiada daya dan upaya yang dapat kami lakukan selain dari adanya pertolongan Allah. Tak ada lagi yang dapat kami usahakan. Akhirnya kamipun PASRAH. Menyerahkan semuanya pada Allah dan BERTAUBAT. Lalu bertekad tidak akan berhutang lagi. Sekalipun dalam kondisi terjepit.
Saat itu kami berhenti untuk berhutang dalam kondisi apapun dan berusaha keras untuk bertahan hidup dengan apapun yang Allah berikan. Serta berkeinginan kuat untuk melunasi hutang dengan mengeluarkan apapun yang kami miliki. Walaupun itu adalah rumah tinggal satu-satunya peninggalan ayah.
Namun, menjual rumah tidak semudah menjual permen. Selama proses penjualan, Keputuasan kami ini benar-benar diuji dengan kesusahan. Saat penagih-penagih itu datang. Kami meminta maaf karena belum ada uang untuk membayar. Kami terima semua respon yang datang. Kami telan semua kata-kata dan kekecewaan. Kami sadar, itu harga yang harus kami bayar karena ulah kami sendiri. Kami telah lalai dari menjaga keberkahan harta. Allah telah memberikan rezeki yang baik. Tapi kami merusaknya dengan keserakahan dan khayalan akan kesuksesan yang lebih besar. Padahal semua rezeki Allah yang mengatur. Allah yang punya. Saat Allah ga ridho. Mudah sekali untuknya mengambil semuanya tak tersisa. Bahkan tubuh ini dan apapun yang kami anggap milik kami hanyalah titipan. Seringkali logika membuat kita bodoh. Padahal jika kita berfikir dengan nurani. Sungguh semua aturan dalam islam yang telah ditetapkan adalah solusi dari semua persoalan hidup. Jika kita benar-benar menaatinya. Tak akan ada masalah kecuali itu adalah ujian untuk menaikan level diri. 
Setelah bertaubat dan bertekad kuat itu. Justru Allah mencukupkan kami dalam hal apapun kecuali untuk pembayaran hutang itu. Untuk kebutuhan dan segala macamnya Allah penuhi melalui perantara banyak hal yang justru membuat kami merasa unlimited. Setiap butuh, Allah kasih, setiap butuh Allah kasih. Kecuali saat pembayaran hutang. Itu yang membuat kami terus menjerit setiap malam.
“Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom”
(Ya Allah lindungi kami dari berbuat dosa dan banyak hutang).
Kami takut saat kami meninggal, kami masih mempunyai hutang. Karena hutang adalah salah satu dosa yang terbawa hingga mati dan jika tidak terbayar di dunia. akan sangat berabe di akhirat. Saat itu, tak ada keinginan apapun kecuali terbayarnya hutang tersebut.
Hingga akhirnya beberapa bulan yang lalu. Allah benar-benar memperlihatkan pertolongannya. Hutang terlunasi semua Alhamdulillah dan Allah menitipkan rezeki yang lebih dari cukup untuk kita memulai semuanya lagi dari awal.
____________________________________________________________________________
Hal ini kami lakukan karena kebodohan kami. Yang tidak mengetahui betapa hutang riba sangatlah berbahaya. Membuat gelisah dan dijauhkan dari kecukupan dan keberkahan. Kami merasakan itu selama 9 tahun tapi ga sadar dan sangat terasa perbedaannya seketika setelah kami bertaubat.
Maka jika ada pengusaha yang bilang “Kalau belum berhutang bukan pengusaha namanya”. Jangan percaya. Bagaimana bisa maju? belum mulai usaha saja, caranya sudah salah. Yang maju saja, mudah bagi Allah untuk menjungkir balikkan. Apalagi yang baru mau mulai. hihii” Yakinlah bahwa kenikmatan terbesar seorang manusia adalah ketenangan. Ketenangan dan kebahagiaan didapat dari keberkahan. Keberkahan didapat dari Ridho-Nya Allah terhadap apa yang kita lakukan.
Hidup pas-pasan lebih  baik dari pada bergelimang harta namun dari hasil riba.
Jika ada seseorang yang terlihat sukses dari hasil riba. Takutlah. Takutlah ketika Allah membiarkan kita dalam perbuatan dosa. Tidak ditegur, tidak diingatkan. Sampai akhirnya tutup usia kita. Kita tidak menyadari kalau kita berdosa. Naudzubillah.
Saya share ini karena melihat fenomena saat ini yang sepertinya hutang riba adalah hal yang biasa saja.  Seperti kartu kredit, KPR, leasing kendaraan dan lain-lainnya. Wallahu’alam.
Maka, jika ada seseorang yang sedang berhadapan dengan riba (hutang/kredit). Sebaiknya keluarkan semua hal yang kita miliki untuk menutupinya. InsyaAllah rezeki Allah lebih baik dari hal yang kita ketahui. Sebelum Allah menutup pintu hati kita dan menjebak kita dalam hutang yang tak dapat kita lunasi. Karena sesungguhnya Allahlah yang melunasi hutang tersebut karena melihat niat kita.
Jika hutang dibayar dengan hutang lagi. Dimana letak niat itu?
Yang sudah terjerat hutang, jangan berputus asa dari Rahmat Allah. Allah Maha Pengampun. Resapi hadist ini. “Jika seorang muslim memiliki hutang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat untuk melunasi hutang tersebut, maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi hutang tersebut di dunia.” (HR. Ibnu Majah no. 2399)
Kesimpulannya. Jika kita terjebak dengan hutang riba dan ingin keluar darinya. Usaha yang dapat kita lakukan adalah:
  1. BERTAUBAT dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
  2. KUATKAN NIAT dan maksimalkan ikhtiar untuk membayarnya dengan usaha apapun yang kita bisa.
  3. Tinggalakan atau keluarkan barang yang diperoleh dari hasil meriba.
  4. BERSERAH pada Allah. Meminta Allah membantu kita dan percayalah kita tak bisa melakukan apapun kecuali atas Ridho Allah. Maka berusahalah sebaik mungkin dihadapan Allah untuk melunasi hutang tersebut. Allah akan melihat dan Allah yang akan memudahkan.
  5. Bersedekah semampu kita.
  6. Berdo’a dan mintalah Allah melunasi di waktu yang tepat. Ketika Allah benar-benar sudah memaafkan dosa kita.
Pengalaman yang berat. Namun saya bersyukur karena Allah masih menegur saya hingga saya dapat berfikir dan kembali pada-Nya. Serem juga, jika saya riba lalu Allah membiarkan saya. Tidak menegur bahkan menambah rezeki saya dari hasi riba tersebut yang akhirnya saya sulit untuk terlepas darinya. Na’udzubillah mindzalik.
Bukan banyaknya harta yang membuat kita bahagia. Namun keberkahannyalah yang seharusnya kita cari. Karena darisitu kebahagiaan bermulai.
Jika ada yang tidak setuju dengan tulisan ini, saya mohon maaf, Karena tulisan ini ditulis dari hasil pemikiran yang dangkal dan mungkin tak berlogika. Namun bagi yang percaya. Silahkan buktikan. Percayalah usaha terbesar kita, tak akan sekuat izin Allah dalam mengabulkan doa yang tulus dengan niat yang lurus karena Takut kepada Allah dan  mengingikan ridho Allah.  Wallahu’alam.
Semoga bermanfaat.