Jarum jam menunjukkan pukul 01.43 WIB dinihari, hari itu adalah malam ke 5 minggu terakhir Ramadhan 1434 H. Kami bersama Ibu Hj. Nevi Irwan Prayitno dan putra-putri beliau; Jundy Fadhillah, Waviatul Ahdi, Anwar Jundi. Atika, Ibrahim , Shohwatul Islah, Farhana, Laili Tanzila, Taqiya Mafaza serta ayahanda Irwan Prayitno, Djamrul Djamal dan Ibu, berada di mushalla gubernuran Sumbar sejak usai shalat tarwih. Kami melakukan iktikaf, dalam rangka memperbanyak amal ibadah di bulan Ramadhan, sekaligus menunggu datangnya malam lailatul qadar.
Mobil dinas gubernur memasuki areal gubernuran dan berhenti persis dekat gerbang mushalla. Terlihat gubernur Sumbar Irwan Prayitno bergegas turun dan memasuki mushalla. Raut wajah beliau menyiratkan keletihan, namun dengan tetap tersenyum dan bersemangat, beliau langsung bergabung dengan kami di mushalla, ikut melakukan iktikaf.
Tak heran jika beliau terlihat lelah, karena baru saja pulang dari kegiatan Safari Ramadhan di Kabupaten Pasaman Barat. Jarak Kabupaten Pasaman dengan Kota Padang cukup jauh, perjalanan biasanyanya ditempuh selama 3,5 jam (dibantu forerider). Tanpa forerider, perjalanan bisa memakan waktu 2 jam lebih lama. Karena itu, jika acara Safari Ramadhan di Pasaman selesai pukul 22.00 WIB, tak heran jika beliau sampai lagi di Padang sekitar sekitar pukul 01.30 atau lebih.
Kami yang sebelumnya nyaris tak mampu menahan kantuk, terjaga seketika. Sungkan rasanya beliau yang baru saja dari perjalanan jauh, tak menyerah melawan kantuk dan tampak masih bersemangat. Apakah kami yang tak mengikuti perjalanan mesti menyerah? Segera kami kembali membuka lembaran kitab suci Al Qur’an lalu bertadarus.
Sekitar pukul 03.00 WIB Irwan, tentu saja disusul oleh kami semua mengambil wudhu, bersiap untuk melakukan qiyamullail (shalat malam). Shalat malam biasanya diimami oleh seorang ustad yang biasanya seorang hafiz quran dan baik bacaannya. Usai shalat malam, dilanjutkan dengan ceramah agama.
Setelah ceramah agama kami makan sahur dengan nasi bungkus. Semua sama, termasuk ajudan, pegawai rumah tangga, sopir, satpol PP, kami makan sahur bersama dengan menu nasi bungkus, termasuk Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. Meski Cuma dengan nasi bungkus, namun terasa nikmat dalam suasana kebersamaan diiringi sejuknya udara subuh ketenangan batin. Usai sahur, kami berwudhu, bersiap-siap melaksanakan shalat subuh. Usai shalat subuh berjamaah, barulah ritual iktikaf berakhir.
Iktikaf merupakan agenda rutin Gubernur Irwan Prayitno dan keluarga selama 10 hari terakhir setiap bulan Ramadhan. Tahun 2010 dan 2011 (1431-1432 H) dilakukan di mesjid komplek perguruan Adzkia. Namun sejak tahun 2012 dan tahun 2013, karena mushalla gubernuran pasca gempa telah selesai dibangun lagi, iktikaf Gubernur Irwan beserta keluarga dilakukan di mushalla gubernuran.
Itulah salah satu keistimewaan Irwan Prayitno, baginya agama bukan sekedar teori, juga bukan sekedar slogan kosong belaka. Sesibuk apapun, seberat apapun pekerjaan yang dilakukan, atau kemana pun dinas luar kota, puasa Senin dan Kamis tak pernah ia tinggalkan. Juga beliau tak lupa shalat dhuha setiap hari, serta membaca wirid matsurat setiap pagi usai shalat subuh. Apalagi shalat wajib lima waktu sehari semalam, takkan pernah dilupakan. Irwan menjadi sangat cerewet mengingatkan putra-putrinya untuk melaksanakan shalat.
Pengetahuan Pendiri Yayasan Pendidikan Adzkia ini tentang agama sudah melebihi syarat sebagai seorang dai. Banyak ayat-ayat yang mampu ia hafal di luar kepala sebagai referensi untuk menjelaskan masalah-masalah agama dan kehidupan sehari-hari saat berdakwah. Analisa dan ceramahnya tentang masalah agama dan kehidupan sehari-hari sederhana, masuk di akal dan menyejukkan. Setiap Jumat pagi, dua kali sebulanbeliau menjadi ustad di Mesjid Raya Sumatera Barat. Jamaahnya adalah pegawai dan keluarga Pemprov Sumatera Barat. Kegiatan ini rata-rata diikuti oleh 600 sampai 700 jamaah, untuk tahap awal tema yang dibahas adalah tentang fondasi-fondasi Islam mulai dari syahadat sampai tentang Rab (Tuhan). Pengajian berikutnya membahas tema-tema yang lebih aplikatif.
Karena itu selain sebagai gubernur, beliau juga sering didaulat menjadi dai yang mampu memberikan siraman rohani yang menyejukkan, baik di mesjid atau mushalla, di majlis taklim, melalui TV atau radio. Dalam berbagai kesempatan kunjungan ke daerah beliau sering didaulat menjadi khatib Jumat atau sebagai pembicara pada tablik akbar. Juga sudah tak terhitung jumlahnya beliau didaulat untuk memberikan nasihat perkawinan.
“Jika hal itu membuat orang senang dan bahagia, kenapa tidak kita lakukan?,” jawab Irwan Prayitno ringan ketika ditanya kenapa di sela-sela waktunya yang sempit ia masih melowongkan waktu untuk memberikan nasihat perkawinan. “Semoga hal tersebut menjadi amal bagi kita dan memberikan pencerahan bagi yang punya hajat,” ujar Irwan melanjutkan. Seperti biasa, nasihat yang diberikan profesor SDM ini memang selalu memberikan pencerahan dan menyejukkan.
Pengetahuan dan pemahaman beliau tentang agama sering membuat kita tak percaya bahwa Irwan Prayitno tak pernah seharipun mengenyam pendidikan formal di sekolah agama. Pendidikan S1 diselesaikan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, pendidikan S2 di Universiti Putra Malaysia Bidang Human Resource Development dan pendidikan S3 di universitas yang sama di bidang Bidang Training Management dengan predikat cumlaude. Pengetahuan agama dipelajari secara otodidak sejak remaja secara terus menerus. Ada 20 lebih buku tentang agama yang telah ia tulis. Selain itu beliau juga menulis buku tentang psikologi, sumber daya manusia, sosial, politik dan ekonomi. Lebih dari 40 buku yang telah beliau tulis.
Suatu ketika saya, begitu juga sejumlah teman lainnya merasa malu pada diri sendiri dalam sebuah pengajian. Dalam pengajian tersebut kami diharuskan membaca Al Quran secara bergantian. Hampir semua di antara kami membaca Al Quran secara lambat dan terbata-bata dan banyak kesalahan. Namun ketika giliran beliau, beliau mampu membaca dengan benar, cepat dan lancar. Selama ini saya beralasan tidak lancar dan tidak terbiasa membaca Al Quran akibat kesibukan pekerjaan. Namun ternyata beliau mampu membaca dengan lancar. Siapa bilang kesibukan bisa dijadikan alasan tidak fasih membaca Al Quran?. Kami jadi malu pada diri sendiri.
Kebiasaan membaca Al Quran menurut ayahanda beliau Drs. Djamrul Djamal, SH yang juga dosen IAIN Imam Bonjol Padang telah dimulai sejak kecil. Dulu menurutnya, Irwan tak bisa tidur kalau belum membaca atau dibacakan Al Quran. Kebiasaan itu tak berubah hingga kini.
***
Irwan gunakan Trail utk tembus daerah terpencil |
Ada apa? Ternyata tak semua SKPD siap nyali mengikuti rombongan gubernur yang nyaris selalu melaju dengan kecepatan tinggi. “Memang permintaan Pak Gubernur demikian, agar kita selalu tepat waktu,” ujar Bribka Indra KS, petugas pengawalan gubernur dan dibenarkan oleh sopir gubernur Reymon. “Bapak justru resah kalau mobil lambat,” lanjutnya. Cepat… cepat… cepat, kata2 itulah yang sering terdengar beliau ucapkan. “Jangan takut, ada Allah yang melindungi kita,” begitu Irwan menjawab pertanyaan apakah ia tidak merasa takut dan kuatir, hampir setiap hari melakukan perjalanan seperti itu.
Ada alasan tentunya jika mobil gubernur selalu ngebut dengan kecepatan tinggi seperti itu. Pertama saya lihat memang karakter Irwan Prayitno yang seperti itu, ingin serba cepat. Jika orang lain seumur beliau suka lagu-lagu slow dan sentimentil, beliau justru suka lagu ngebeat dan cendrung rock. “Lagu sentimentil bikin kita mengantuk,” kilahnya. Begitulah karakter Irwan, segala sesuatu dilakukan secara serius dan cepat. Jika ada masalah, maka akan diselesaikan dengan cepat saat itu juga, tanpa menunda-nunda. Tidak ada surat yang tertunda di meja kerja beliau, satu hari selesai dan bisa ditandatangani dimana saja, kapan saja.
Jika tidak langsung diselesaikan saat itu juga, nanti akan datang lagi pekerjaan baru dan seterusnya. Akhirnya pekerjaan itu menumpuk, makin lama makin menggunung. Karena itu Irwan tak mau menunda-nunda pekerjaaan dan tak pernah ada surat yang terunda dan menumpuk di mejanya. Satu kali karena banyaknya kegiatan, pernah Irwan menandatangani surat dan membuat disposisi di mobil dalam perjalanan dinas ke daerah. Lalu surat tersebut dititipkan di mapolsek terdekat di dalam perjalanan, untuk dijemput segera oleh staf.
Alasan kedua, rata-rata ada banyak acara yang harus dihadiri pada hari yang sama, sehari bisa 7 sampai 10 acara. Tak jarang lokasi acara tersebut saling berjauhan, yang satu di Bukit Tinggi, satunya lagi di Batusangkar atau bahkan di Dharmasraya, atau waktunya sangat berdekatan, sehingga harus berburu waktu. Padahal Irwan berprinsip, lebih baik ia datang duluan daripada terlambat. Jangan sampai masyarakat kecewa, prinsip itu yang selalu ia jaga
Boleh dikata, tak ada lagi pelosok Sumatera Barat yang belum dikunjungi Irwan. Sebut saja daerah-daerah terisolir seperti Mentawai, Pasaman, Dharmasraya, Sijunjung atau Solok Selatan. Jika tak bisa dikunjungi dengan kendaraan roda empat, maka daerah itu ia kunjungi menggunakan sepeda motor trail. Olahraga sepeda motor, termasuk trabas memang merupakan salah satu hobinya dari dulu. Hobi tersebut kini ia gunakan untuk mendatangi masyarakat didaerah-daerah terpencil.
Ada juga daerah yang tidak bisa dilalui motor, apalagi kendaraan roda empat. Daerah tersebut hanya bisa ditempuh dengan perahu. Irwan pun tak segan berkunjung ke sana, naik perahu pun baginya tak jadi masalah. Bagi masyarakat kunjungan tersebut sangat luar biasa. “Betulkah ini Bapak Gubernur kita?” ujar masyarakat seakan-akan tak percaya. Kata mereka, jangankan gubernur, camat pun belum pernah mengunjungi daerah mereka.
Ketika berkunjung ke Nagari Mapat Tunggul Kabupaten Pasaman terjadi peristiwa lucu. Saat memberi sambutan camat setempat berkata : “Bapak2 tamu kami dari Pemprov Sumatera Barat, selamat datang di daerah kami Mapat Tunggul, yang terhormat Bapak Gubernur atau yang mewakili,” tentu saja rombongan dari pemprov langsung memotong. “Bukan mewakili, ini memang Pak Gubernur yang langsung datang, ini beliau,” protes salah seorang kepala SKPD. Camat tersebut lalu meralat kata-katanya, namun dari ekspresi wajahnya terlihat seakan-akan ia masih tak percaya bahwa yang datang itu adalah Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno langsung. Mungkin karena penampilan Irwan Prayitno yang santai dan tidak telalu protokoler membuat ia masih ragu. Dalam perjalanan pulang kami masih tertawa-tawa mengingat kejadian lucu itu.
Irwan Prayitno memang selalu tampil sederhana, bahkan atribut gubernur yang biasa dipasang di dada kiri oleh gubernur atau pejabat pada umumnya nyaris tak pernah dipakainya. Saya hanya sekali melihat beliau memakainya, yaitu saat Presiden RI berkunjung ke Sumatera Barat. Itupun karena diingatkan oleh protokol Presiden. Mungkin karena penampilannya yang sederhana dan tanpa atribut itu yang membuat camat Mapat Tunggul ragu, apakah yang berdiri di depannya benar-benar Gubernur Sumatera Barat?
Dulu pernah tiga orang tamu berkunjung ke rumah dinas gubernur. Irwan ditemani teman beliau Suwirman, ngobrol dan bercerita tentang berbagai hal. Setelah cukup lama bercerita, kebetulan Irwan ada keperluan masuk ke dalam rumah. Saat Irwan berada di dalam, setengah berbisik tamu tadi bertanya kepada Suwirman, “Sudah hampir satu jam kami menunggu, kok Pak Gubernur belum juga keluar,” tanyanya sang tamu.
“Lho, yang barusan bercerita dengan kita tadi kan Pak Gubernur,” ujar Suwirman. Tamu tadi terkejut dan baru sadar atas kekeliruannya. Dalam fikirannya, gubernur itu adalah sosok yang sangat berwibawa, penuh atribut dan bahkan cendrung menakutkan. Yang ia temui ternyata adalah Irwan yang bersahaja , santai, dan penuh keakraban. “Maaf Pak, maaf Pak,” ujarnya berkali-kali dan segera minta permisi pulang karena malu.
Irwan juga menolak mengganti kendaraan dinasnya dengan yang baru hingga kini (setelah 3,5 tahun menjabat). “Kendaraan ini masih bagus dan masih bisa dipakai,” ujarnya. Menurutnya masih banyak prioritas lain atau dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Ia juga menolak pembangunan rumah dinas baru untuknya, meski sudah tercantum telah dianggarkan tahun sebelumnya. “Pembangunan rumah masyarakat dan fasilitas umum yang rusak akibat gempa, itu lebih penting,” ujar Irwan menegaskan.
Pasca gempa hingga kini Gubernur Irwan masih berkantor di rumah. Sebelumnya sudah dibangun kantor yang baru untuk gubernur dan telah siap untuk ditempati. Namun setelah melihat kondisi pegawai pemprov berdesak-desakan berkantor sementara di aula kantor gubernur, Irwan memutuskan tidak jadi menempati kantor yang baru tersebut, sebagai ganti ia menyuruh tiga SKPD menempati kantor baru tersebut, pindah dari aula. Irwan tetap berkantor sementara di rumah dinas. Meski rumah yang ia tempati saat ini sudah banyak yang bocor dan kropos dimakan rayap.
Dalam melakukan perjalan ke luar provinsi, Irwan tak pernah memilih maskapai penerbangan. Apapun jenis pesawat dan maskapai penerbangannya, asalkan jadwalnya cocok dan bisa menghemat waktu, baginya tak masalah. Dan ia selalu memilih dan merasa nyaman duduk di kelas ekonomi.
Tentang penampilannya yang sederhana, tanpa atribut serta minim protokoler itu Irwan mengatakan ia tak ingin ada pembatas antara ia dan masyarakat. “Saya kan juga manusia biasa, kenapa harus ada simbol-simbol yang membuat jarak antara kita?” ujarnya.
Dalam kehidupan sehari-hari bagi Irwan memang tak mengenal istilah diskriminasi, dari pejabat tinggi, pengusaha kaya sampai sopir dan tukang kebun sekalipun ia perlakukan sama. Pegawai tak merasa seperti hubungan atasan dan bawahan, lebih terasa sebagai teman. Ia dengan mudah akrab dengan siapa saja. Jika makan dalam perjalanan , beliau mengecek satu persatu anggota rombongan yang pergi bersama beliau, baik pengawal, sopir atau siapa saja. Setelah lengkap dan duduk bersama, barulah beliau mulai makan. Irwan juga tak sungkan makan di kaki lima sekalipun.
Dalam kota, beliau menolak menggunakan mobil pengawalan, kecuali dalam keadaan mendesak. Seringkali pemilik acara masih menunggu-nunggu kedatangan gubernur dengan menyimak raungan sirene mobil pengawalan. Ternyata sirine itu tak pernah terdengar, gubernur sudah datang tepat waktu tanpa pengawalan dan malah sudah duduk bersama mereka.
Irwan juga terkenal sebagai orang yang pemaaf dan nyaris tak pernah marah. Di awal jabatan beliau sebagai gubernur Sumatera Barat banyak sekali ujian dan hambatan. Banyak hal-hal dan kejadian yang sebenarnya memancing emosi. Namun beliau tetap tenang. “Marah bukanlah solusi, apakah dengan marah-marah persoalan jadi selesai, apa bukan sebaliknya?” begitu ia memberi alasan.
Irwan Prayitno dilantik pasca gempa besar yang meluluh lantakkan hampir separuh Sumatera Barat. Masyarakat Sumatera Barat saat itu dalam keadaan nyaris putus asa. Banyak serangan, tudingan bernada miring ditujukan kepada beliau bahkan fitnah secara nyata-nyata. Kerabat dan kawan-kawan geram dan meledak emosinya menanggapi tudingan, black campaign dan fitnah itu dan ingin menyerang balik penyebar fitnah.
Namun Irwan mencegah mereka. “Jika kejahatan dibalas dengan kejahatan, bukankah itu berarti kita sama jahatnya dengan mereka?” ujarnya. Beliau menyarankan agar bersabar, biarkan Allah yang membalasnya, karena Allah maha tahu dan maha adil.
Awalnya kami tidak puas dan tidak setuju dengan dalil yang dikemukakan, namun beliau kukuh dan yakin dengan pendiriannya. Akhirnya kami diam saja. Namun kemudian terbukti apa yang diyakini Irwan adalah benar. Perlahan namun pasti fitnah itu justru berbalik kepada penyebar fitnah. Karena Irwan selalu bertindak benar, fitnah itu makin tidak terbukti , justru Irwan makin dipercaya dan penyebar fitnah makin ketahuan belangnya. Memang benar, ternyata Tuhan telah memberikan hukuman yang lebih berat kepada mereka. Subhanallah.
Tahun pertama menjadi gubernur Sumbar merupakan ujian paling berat bagi Irwan. Dalam keadaan daerah yang porak poranda pasca gempa plus suasana transisi pasca reformasi. Dari pagi hingga larut malam silih berganti tamu yang datang, baik dari unsur pemerintahan maupun non pemerintah. Semua membawa dan menyampaikan masalah, datang satu, lalu datang satu lagi, begitu terus silih berganti dari pagi hingga larut malam. Semua mengadu dan menceritakan masalah. Kacau balau sekali kelihatannya.
Namun dengan kepala dingin, seperti mengurai benang kusut, satu per satu dibenahi oleh Irwan Prayitno. Tim pemprov diberi motivasi, sistem dibenahi dan dibuat. Sebagai profesor bidang SDM, Irwan melakukan tes pemetaan potensi untuk mengetahui kualitas semua pegawai pemprov serta mengetahui posisi mana yang tepat untuk mereka masing-masing. Kepala SKPD diminta untuk berfikir out of the box (diluar kebiasaan), agar bisa menyelesaikan masalah-masalah dan tantangan yang super berat saat itu. Rekrutmen pegawai dilakukan dengan serius tanpa tedeng aling-aling. Sistem dibuat agar pekerjaan berjalan baik lancar dan efisien.
Ternyata kondisi yang dalam serba transisi itu bisa berubah, masalah demi masalah bisa diurai dan diselesaikan, sistem mulai berjalan. Sumatera Barat berhasil bangkit kembali. Mungkin Tuhan punya rencana sendiri, pertumbuhan ekonomi Sumatera barat pasca gempa malah semakin meningkat, justru jauh lebih tinggi dibanding sebelum gempa, Sumatera Barat makin mendapat perhatian baik nasional maupun internasional.
Dalam tiga tahun masa jabatan Irwan, pemerintah Sumatera Barat mendapat apresiasi, memperoleh 90 lebih penghargaan tingkat nasional maupun internasional. Itu artinya pemprov Sumbar mendapat penghargaan setiap seminggu sekali. Semua SKPD berlomba-lomba untuk mengukir prestasi. Status WTP (wajar tanpa pengecualian), penilaian paling bergengsi di bidang keuangan dan anggaran, berhasil diperoleh tahun 2013.
***
Sering masyarakat keliru menyebut gelar akademis Irwan, yang paling sering adalah beliau disebut sebagai insinyur pertanian. Soalnya saat memberikan sambutan di bidang pertanian atau peternakan. Ia terlihat sangat paham dengan bidang tersebut dan sangat menguasasi masalah. Menurutnya masalah pertanian sangat urgen, karena mayoritas penduduk Sumatera Barat adalah petani.
Hal ini menurut saya merupakan salah satu keistimewaan lagi dari Irwan. Jika tidak paham dengan suatu masalah, Irwan akan getol bertanya ke orang yang dianggap menguasai masalah tersebut. Setelah diterangkan, dengan cepat beliau menguasai malasah tersebut, bahkan menganalisa dan mengembangkannya. Sesaat kemudian topik tersebut sudah bisa beliau sampaikan berupa sambutan , pengarahan atau makalah, seolah-olah ia adalah pakar dan sangat berpengalaman di bidang tersebut. Karena itu banyak yang bingung menilai, Pak Irwan itu profesor di bidang agama, pemerintahan, pertanian atau ekonomi?
Kebiaasan lainnya adalah, sambil memegang handel pintu untuk turun kendaraan saat sampai di lokasi acara ia bertanya, “Kita dimana, apa acara kita di sini?” Beliau kadang-kadang lupa, karena ada 7 sampai 10 lokasi dan acara setiap hari. Setelah diberitahu, beliau berfikir tiga detik, barulah turun dari mobil dan menuju lokasi acara. Tiga detik itu nampaknya adalah waktu yang beliau butuhkan untuk membuat pidato sambutan. Lalu sambutan itu beliau sampaikan secara sistematis, analitis, tepat sasaran dan selalu tanpa teks.
Beliau bisa belajar suatu hal dengan cepat dan segera menguasai masalah. Semua masalah dan potensi Sumatera Barat ada dalam kepala beliau dan siap dipresentasikan kapanpun dan dimanapun, tanpa teks. Jadi tidak heran jika Irwan langganan menyandang gelar juara umum saat sekolah di SMA 3 Padang dulu dan meraih prediket cumlaude saat menyelesaikan kuliah S3 di Universiti Putra Malaysia.
Bicara soal waktu, Irwan menurut saya sangat perhitungan (baca pelit) . Jika misalnya sudah direncanakan berangkat ke Dharmasraya jam 6 pagi, tidak usah dikuatirkan beliau belum bangun atau belum siap. Kami sudah hafal betul, itu artinya pukul 5.30 kami sudah harus persiapan dan pukul 5.45, sudah berada di mobil. Tak lama, menunggu beliau akan keluar dari rumah dan jam 6 teng langsung berangkat. Begitu yang selalu terjadi sehari-hari, tak pernah meleset. Jangan bermimpi beliau akan terlambat dari janji semula, meski jam berapa pun malamnya beliau mulai tidur dan istirahat. Apalagi jika akan berangkat ke bandara. Jika berangkat dari Jakarta menuju Padang, tak jarang harus berangkat pukul 3 dinihari dari rumah beliau di Kalibata, lalu shalat subuh di bandara. Jangan pernah berharap beliau lupa atau telat dari jadwal yang telah ditentukan.
Saya katakan pelit dengan waktu, karena tak satu menit pun waktu beliau yang dibiarkan menganggur atau terbuang percuma. Waktu kerja dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan bekerja serius dan sungguh-sungguh serta profesional, kadangkala tak mengenal hari libur dan batas waktu jam kerja. Namun karena diatur dengan ketat, beliau masih bisa menyisakan sedikit waktu untuk keluarga, berolahraga (badminton dan karate) serta bermain musik.
Meski jumlah waktu yang beliau sisakan untuk keluarga tersebut sedikit, namun dimanfaatkan seoptimal mungkin. Meski kuantitasnya sedikit, tetapi kualitasnya optimal. Beliau selalu memonitor perkembangan dan kegiatan anak-anak beliau yang berjumlah 10 orang. Bahkan ikut mengurus dan memilih pakaian untuk anak-anak, apalagi masalah pendidikan dan agama. Untuk kedua masalah itu beliau paling cerewet.
Namun kerja keras beliau itu membuahkan hasil. Putra pertama beliau Jundhi Fadhillah telah menyelesaikan studi MBA di Boston Amerika, dan telah bekerja di perusahaan energi di Jakarta. Putri ke 2 Waviatul Ahdi telah menyelesaikan studinya di Fakultas Kedokteran Gigi UI, putri ke 3 Dhiya’u Syahidah telah menyelesaikan studinya di Institut Teknologi Bandung dan sekarang menyelesaikan S2 di Westminster University – UK, putra ke empat beliau Anwar Jundhi kuliah di Institut Pertanian Bogor, Atika, putri ke 5 kuliah di FE UI, Ibrahim di SMA 8 Jakarta, Shohwah di SMA 1 Padang . Tiga orang lainnya masih sekolah di SMP dan SD. Namun semua memperlihatkan prestasi yang gemilang.
Waktu untuk berolahraga dan bermain musik juga dimanfaatkan secara optimal. Meski kedua kegiatan ini hanya dilakukan jika ada waktu lowong, namun dimanfaatkan secara optimal, sehingga hasilnya juga maksimal. Jika orang lain bertahun-tahun belajar baru bisa bermain drum, beliau hanya belajar beberapa bulan saja, sudah langsung bisa bermain drum. Beliau yang dulunya tidak bisa menyanyi, dalam beberapa bulan saja sudah bisa menyanyi, bahkan menciptakan lagu.
“Karena sebagai gubernur sering ditodong untuk menyanyi, akhirnya saya belajar menyanyi. Bahkan bermain musik dan menciptakan lagu,” ujar Irwan menjawab pertanyaan kenapa ia bisa menjadi seniman mendadak. Menurutnya ia memakai prinsip, jika kita mau dan bersungguh-sungguh, pasti kita bisa. Man jadda wa jadda, begitu pepatah Arab mengatakan.
Dulu saya sempat cemburu dan bertanya-tanya apa rahasianya, Irwan Prayitno yang teman satu angkatan saya di SMA dulu kok begitu cepat melejit karirnya seperti anak panah lepas dari busurnya saja layaknya? Setelah saya tahu bagaimana cara ia bekerja, cara ia memanfaatkan waktu, cara ia berteman dan menghargai orang lain, cara dia beribadah dan mendalami agama, barulah saya berujar : “O…. begitu cara kerjanya …, memang tidak heran kalau ia sukses dan karirnya melejit seperti itu.”
Satu hal lagi yang menimbulkan pertanyaan adalah, Irwan seperti tak pernah mengenal lelah. Beraktifitas dari subuh, rata-rata baru berhenti jam 00.00, menghadiri banyak acara dan memberi sambutan hingga 10 acara sehari, rapat, menerima tamu. Itupun bisa jadi lokasinya berada di beberapa kota atau kabupaten bahkan propinsi yang berbeda. Tak ada yang mampu mengikuti ritme kerja beliau seminggu penuh. Ajudan atau sopir masing-masing hanya dua hari mendampingi secara bergantian. Apa rahasianya?
Kunci utamanya menurut Irwan adalah Ikhlas. Segala sesuatu jika dilakukan dengan ikhlas menurutnya akan terasa ringan dan menyenangkan. Menurut dokter, Irwan memiliki rasio HB lebih tinggi dibandingkan rata-rata masyarakat umumnya. Bisa jadi hal itu juga merupakan salah penyebab putra Kuranji yang suka mengkonsumsi susu dan madu ini seakan-akan tak kenal lelah.
Sebagai gubernur Sumatera Barat, hanya dalam tempo 3 tahun sudah banyak berubahan dan prestasi yang ia ukir. Dalam tempo 3 tahun masyarakat Sumatera Barat sangat merasakan kehadiran dan sentuhan “tangan dingin” Gubernur Irwan Prayitno yang terlihat nyata dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat dan berbagai hal.
Dalam hati saya berujar: “Jika saja ada banyak pejabat dan pemimpin di Indonesia bekerja, berfikir dan bertindak seperti Irwan Prayitno, mimpi Indonesia menjadi negara yang makmur, adil dan bermartabat dalam ridho Tuhan pasti segera terwujud. Saya berdoa semoga Allah selalu mengiringi langkah dan cita-cita Irwan Prayitno untuk berbuat lebih baik dan lebih baik lagi untuk negeri dan bangsa ini. Kita tentu juga berdoa, disaat negara seperti ini, semoga lebih banyak lagi muncul pemimpin-pemimpin seperi Irwan Prayitno di negeri ini. Amin… ***
*Dikutip dari buku “Inspirasi untuk Negeri” (Grafika Jaya Sumbar: 2013)
http://www.pkspiyungan.org/2015/03/sisi-lain-irwan-prayitno-gubernur.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar