Pak Malin begitu panggilan pria bersahaja ini. Difoto kelihatan punggungnya saja (celana hitam, baju putih pakai kopiah). Awalnya Pak Malin adalah petani sayuran, cabe dll.
Awalnya tanpa bekal pengalaman sama sekali, ia mengelola kebun cabai
yang membawanya pada kesuksesan besar bahkan saat krisis tahun 1998
menghajar perekonomian Indonesia. Hasil panen cabai Malin yang sukses
itu mampu membangun rumah untuk keluarganya dan berbuah mobil pick-up
untuk mendukung usahanya.
Beberapa tahun setelah masa kejayaannya itu, hama penyakit menyerang perkebunan cabai Malin. Roda bisnis ayah dari lima orang anak ini berubah drastis. Panen tak bisa diselamatkan dan Malin merugi besar. Bermodal sisa laba kebun cabai sebesar Rp 9 juta, Malin banting stir menjadi peternak.
Malin peternak yang rajin menimba ilmu, baik dari buku, majalah, penyuluh maupun peneliti. Awalnya dia menanam lahannya dengan rumput, membuat kandang kapasitas 12 ekor dan sumur. Karena modal habis dia memelihara 2 ekor sapi punya orang dengan sistem bagi hasil. Alhamdulillah hasilnya bagus dan dapat keuntungan yang baik, semakin lama semakin berkembang.
Beberapa tahun setelah masa kejayaannya itu, hama penyakit menyerang perkebunan cabai Malin. Roda bisnis ayah dari lima orang anak ini berubah drastis. Panen tak bisa diselamatkan dan Malin merugi besar. Bermodal sisa laba kebun cabai sebesar Rp 9 juta, Malin banting stir menjadi peternak.
Malin peternak yang rajin menimba ilmu, baik dari buku, majalah, penyuluh maupun peneliti. Awalnya dia menanam lahannya dengan rumput, membuat kandang kapasitas 12 ekor dan sumur. Karena modal habis dia memelihara 2 ekor sapi punya orang dengan sistem bagi hasil. Alhamdulillah hasilnya bagus dan dapat keuntungan yang baik, semakin lama semakin berkembang.
Malin dan beberapa peternak lainnya bergabung dalam kelompok tani Tanjung Lurah. Peternakan ini terletak di Tanjunglurah, Salimpauang, Tanah Datar, Sumatra Barat. Melihat keseriusan dan keuletan Malin dan kelompoknya Dinas Kabupaten Tanah Datar dan Propinsi Sumatera Barat melekukan pembinaan dan memberikan bantuan peralatan dan bangunan. Bantuan banyak diterima kelompok ini mulai dari sapi, kandang peralatan choper dll, biogas, rumah kompos, kendaraan angkut, pokoknya banyak lah.
BPTP Sumatera Barat juga memberikan bimbingan teknologi pakan dan pengolahan limbahnya. Teknologi yang sudah diterapkan yaitu jerami fermentasi dan ragur 100 untuk fermentasi kulit kakao serta teknologi pengolahan kompos.
Teknologi fermentasi jerami dari BPTP Sumatera Barat
Komposisi bahan fermentasi jerami adalah sebagai berikut : jerami 1 ton, urea 2,5 kg dan starbio 2,5 kg. Caranya ; masing-masing bahan di bagi menjadi lima, kemudian ditumpuk berlapis, bagian paling bawah dan paling atas adalah jerami. Tempat pembuatan sebaiknya terlindung dari hujan dan panas. Untuk jerami segar tidak perlu penambahan air namun bila jerami kering urea di encerkan dengan air. 2-3 minggu jerami fermentasi sudah bisa dipakai atau diangin-anginkan dan disimpan.
Teknologi Ragur 100 dari BPTP Sumatera Barat
Teknologi Ragur 100 adalah singkatan dari Ragi tape, Gula, Urea masing-masing 100 gram yang dilarutkan dalam 20 liter air kemudian diaerasi dengan aerator aquarium selama 48 jam atau 2 hari 2 malam. Larutan ini di gunakan untuk memfermentasi kulit kakao. Caranya : kulit kakao dicincang sebanyak 1 ton kemudian dimasukkan karung berlapis plastik, kemudian disiram dengan larutan Ragur 100 sampai merata. Tutup rapat, peram sampai 1 minggu, agar merata karung dibalik. Penggunaan pada sapi 1-2 % berat badan.
Modifikasi Ragur Seratus oleh Pak Malin
Pak Malin menggunakan Ragur seratus ini tidk hanya untuk kulit kakao tetapi juga sayur afkir, terong, buncis dll. Kemudian setelah jadi Pak Malin menggilingnya dengan hamer mill sehingga menjadi jus, baru diberikan pada sapi.
Teknologi Pembuatan Kompos
Komposisi bahan kompos antara lain : 1 ton kotoran sapi (20 gerobak dorong), 50 kg arang sekam, 50 kg titonia, 50 kg serbuk gergaji,30 kg bonggol pisang, 5 liter air rendaman sabut kelapa dan 2,5 kg trikoderma. Semua bahan disusun berlapis, kemudian dimasukkan dalam bak (ada 4 bak), seminggu kemudian di balik ke bak ke dua, minggu ke dua dibalik ke bak 3 minggu ke tiga di balaik ke bak ke 4. Dari bak ke 4 kompos di angin-anginkan dan digiling. Bak yang kosong diisi dengan bahan yang baru sehingga setiap minggu panen kompos.
Kompos yang sudah digiling dijual Rp. 1.000,- per kg atau 35 ribu per karung. Pak malin bisa mengolah 20 ton per bulan kompos. Jadi dari kompos saja 20 juta kotor belum dari penjualan sapinya. Sekarang ini Pak Malin memiliki 60 ekor sapi. Fokus peternakannya pembibitan, penggemukan anakan dan pengolahan kompos.
Mau, Jujur, Yakin itu tip dari Pak Malin untuk meraih sukses.
Catatan penting penulis
Dipeternakan ini tidak dibedakan komposisi pakan antara induk, anak dan pejantan. Memang dari segi tenaga dan cara pemberian lebih mudah dan efisien, tetapi anak, induk laktasi, dara dan pejantan memiliki kebutuhan yang berbeda. jadi sebaiknya tetap dibedakan sesuai kebutuhan. terutama untuk induk bunting 3 bulan terakhir, induk menyusui dan anak yang masih menyusu.
Sesuai judul diatas beternak sapi tanpa ngarit tanpa angon, dipeternakan ini memang sama sekali idak menggunakan rumput. Pak Malin memang tidak memiliki kebun hijauan dan tidak mencari rumput/ngarit. Dari sisi keuntungan kompos penjualan pejantan dan anakan memang sangat menguntungkan. Tetapi ada yang perlu ditingkatkan adalah tentang pakan anak yang masih menyusui. Karena di peternakan ini tidak ada rumput maka anak juga ikut makan jerami. Karena saluran pencernaan terutama rumen belum siap mencerna pakan serat tinggi maka terjadi gangguan. perut menjadi besar. Walaupun tidak menyebabkan kematian tetapi ini sangat berpengaruh pada performen, penampilan, dan tentu saja harga jual anak lepas sapih.
Secara umum saya salut dengan ketekunan dan keuletan serta kerajinan beliau. Beliau juga memberikan motivasi bagi saya, usaha yang dikelola serius dan tekun akan berhasil. Dari sisi penghasilan juga beliau lebih unggul padahal sebagian besar ilmu yang beliu praktekkan saya ketahui bahkan ada teknologi yang saya ikut merakitnya. Ilmu yang bermanfaat memang ilmu yang dipraktekkan diamalkan. Terima kasih untuk Pak Malin dan terima kasih pembaca, semoga sukses
Sesuai judul diatas beternak sapi tanpa ngarit tanpa angon, dipeternakan ini memang sama sekali idak menggunakan rumput. Pak Malin memang tidak memiliki kebun hijauan dan tidak mencari rumput/ngarit. Dari sisi keuntungan kompos penjualan pejantan dan anakan memang sangat menguntungkan. Tetapi ada yang perlu ditingkatkan adalah tentang pakan anak yang masih menyusui. Karena di peternakan ini tidak ada rumput maka anak juga ikut makan jerami. Karena saluran pencernaan terutama rumen belum siap mencerna pakan serat tinggi maka terjadi gangguan. perut menjadi besar. Walaupun tidak menyebabkan kematian tetapi ini sangat berpengaruh pada performen, penampilan, dan tentu saja harga jual anak lepas sapih.
Secara umum saya salut dengan ketekunan dan keuletan serta kerajinan beliau. Beliau juga memberikan motivasi bagi saya, usaha yang dikelola serius dan tekun akan berhasil. Dari sisi penghasilan juga beliau lebih unggul padahal sebagian besar ilmu yang beliu praktekkan saya ketahui bahkan ada teknologi yang saya ikut merakitnya. Ilmu yang bermanfaat memang ilmu yang dipraktekkan diamalkan. Terima kasih untuk Pak Malin dan terima kasih pembaca, semoga sukses
Tidak ada komentar:
Posting Komentar