Saya sering berjumpa dengan kata-kata dalam Al Qur’an dimana Allah menjelaskan beberapa sifat jelek manusia sebagai makhluk yang lemah, diantaranya adalah manusia mudah berkeluh kesah ketika menghadapi kesulitan, dan juga mudah lupa diri ketika mendapat kenikmatan, oleh karena itu ada baiknya kita membuat perbandingan dengan kehidupan hewan dalam hal kesabaran ini sehingga bisa belajar sabar darinya, terutama dari kehidupan kelinci.
Dahulu kata-kata Allah dalam Al Qur’an tersebut tak begitu diresapi, namun saat ini saya semakin menyadari kebenaran dan kedalaman maknanya. Terutama menyangkut masalah berkeluh kesah, sebagaimana yang akan saya bahas sedikit di bawah ini, setelah mengamati sikap dan tindak tanduk hewan / binatang di sekitar kita yang ternyata sifat sabarnya melebihi manusia. Maka tak ada salahnya kita mengambil hikmah dan belajar sabar dari kisah kehidupan hewan tersebut.
Di antara yang menimbulkan kesan mendalam adalah kisah saya dengan beberapa hewan kelinci peliharaan.
Perlu sedikit membahas sifat kelinci. Kelinci tergolong hewan herbivora, artinya ia banyak diburu oleh hewan-hewan pemakan daging. Untuk bisa mempertahankan diri di alam bebas, tak banyak yang ia bisa lakukan. Tak akan ada cara efektif untuk menangkal pemburunya. Ia tak punya tanduk, bertubuh kecil, cakarnya hanya efektif untuk menggaruk-garuk, dan larinya pun lambat. Maka salah satu adaptasi yang ia lakukan untuk tidak terdeteksi oleh pemangsanya adalah dengan tidak menimbulkan suara. Jika anda punya kelinci, maka anda akan tahu bahwa kelinci bagaikan hewan yang bisu. Akan tetapi bukan berarti kelinci tak bisa bersuara sama sekali. Terkadang-kadang ia bisa mengeluarkan suara kecil bagaikan teriakan. Jika kelinci anda sampai mengeluarkan suara seperti itu, artinya ia berada dalam situasi sangat ketakutan atau bisa jadi sedang mengalami kesakitan yang luar biasa.
Saya dan siapapun pasti pernah sakit (”hebat” bagi yang tak pernah sakit). Dalam banyak kesempatan kita sebagai manusia yang sakit seringkali mengeluarkan kalimat-kalimat keluhan seperti “aduh, ah, aw” dan sebagainya. Tak usah ketika sakit gigi yang mungkin bisa sampai berteriak-teriak, tertusuk duri saja ada yang bisa sampai mengeluarkan kata-kata umpatan.
Tapi saya amati hal yang berbeda pada kehidupan kelinci. Adakalanya ia terjatuh dari ketinggian tiga meter dan terlebih dahulu mendaratkan bagian kepala ke tanah karena tak siap sehingga keluarlah darah pada hidungnya. Pasti sakit, karena sempat ia sedikit menggelepar. Tapi tetap tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Setelah bisa menenangkan dirinya dan memahami situasi, ia pun memilih langsung lari senormal mungkin walau hidungnya berdarah. Itu yang bisa selamat (sebenarnya banyak yang selamat jika bagian kaki yang mendarat ke tanah lebih dulu tak peduli berapa tinggi jatuhnya), akan tetapi pernah ada kejadian kelinci yang mati karena jatuh dari ketinggian kurang dari satu meter semata-mata karena ia sama sekali tak siap sehingga bagian punggung dan leher nya yang mendarat lebih dulu ke tanah. Kejang-kejanglah ia, dan ternyata ketika mencoba bangkit ia sempoyongan dan jatuh lagi. Saya yang terheran-heran, mencoba menegakkan tubuhnya. Tapi tiap kali saya mencoba, tiap kali pula ia terkulai tak berdaya. Ternyata ada tulang belakang di dekat lehernya yang patah (dan sarafnya pasti terganggu) sehingga tak heran ia tak bisa mengkoordinasikan gerakan tubuhnya. Pasti sangat sakit bukan hal itu ? Tapi tetap tak ada suara yang muncul dari kelinci tersebut. Dan ia tetap tak putus asa untuk bergerak dan mencoba terus berdiri normal, berulang-ulang kali ia lakukan sampai berjam-jam lamanya.
Pernah lagi anak kelinci yang berusia 14 sampai 15 hari (baru beberapa jam bisa membuka matanya) (untuk lihat seperti apa kecilnya klik DISINI) terjepit kakinya di kawat tanpa saya sadari. Ketika saya datang, ia pun terkejut sehingga mencoba mengangkat kakinya yang tersangkut dengan paksa. Akan tetapi usahanya tak berhasil, dan kakinya tetap tersangkut walau berulang-ulang kali ia tarik. Saya yang baru menyadari hal itu lalu mendekatinya dengan tenang, lalu berubah panik setelah tahu telah terjadi pendarahan hebat di kaki yang tersangkut. Dan parahnya sang anak kelinci terus-terusan berusaha mengangkat kakinya secara paksa. Dengan sedikit kerja keras sambil memotong kawat yang ada, akhirnya bisa lepas kaki anak kelinci itu. Akan tetapi betapa syoknya saya ketika tahu kakinya itu nyaris putus, tinggal 1 atau 2 milimeter saja tulang/daging yang masih menyatu. Walaupun begitu sang anak kelinci yang baru melek (baru melihat dunia) sementara kakinya berdarah-darah tersebut ketika diletakkan di lantai langsung berlari sebagaimana larinya kelinci normal. Tetap kencang larinya, dan tetap beringas memberontak tanda protes kalau digendong (catatan : kelinci tak begitu suka digendong). Dan semenjak kakinya terjepit hingga berhasil bebas tapi berdarah-darah dengan kondisi kaki yang mengenaskan tersebut, tak ada satu kata atau teriakan pun yang keluar dari mulutnya.
Dan begitu juga kasus-kasus kelinci sakit lainnya, baik yang kembung sampai tak bisa makan berhari-hari, yang bisulan, yang kudisan, yang terkena infeksi bakteri saluran pernafasan, dsb, tak ada satu pun di antara mereka yang sekali pun mengeluarkan suara ciri khas kesakitannya [ catatan : hampir semuanya sembuh, kecuali penyakit kembung yang terlambat dideteksi ].
Mungkin ada pembaca yang berpikir barangkali memang sifat kelinci untuk tak bersuara / berteriak ketika sakit sehingga wajar dan tak ada yang istimewa tentang yang saya sebutkan di atas. Saya katakan anggapan tersebut tak benar. Kelinci pada akhirnya juga bersuara dengan teriakan kecil ketika sakitnya sudah luar biasa sekali, sebagaimana sebagian kelinci yang berteriak ketika sedang dipotong, dan sebagaimana kelinci yang patah tulang lehernya di atas setelah berjam-jam lamanya pada akhirnya mengeluarkan suara rasa sakit juga (akibatnya saya tak tega dan langsung memotongnya seketika untuk mengakhiri penderitaannya). Selain itu beberapa kelinci yang sakit ada yang sampai mengeluarkan teriakan yang sangat keras hingga bisa didengar sejauh beberapa meter beberapa saat menjelang hembusan nafas terakhir. Akan tetapi lebih banyak di antara mereka yang tetap tak bersuara sama sekali dan berusaha tenang di tempatnya sampai ajal menjembut (padahal sekaratnya sudah lama yakni bisa satu atau dua hari), padahal jelas-jelas tubuhnya sudah kesakitan lebih dari seminggu lamanya sampai-sampai untuk bergerak dan makan pun susah (tak bisa).
Tak hanya menyangkut suara. Kelinci juga tak terlalu menunjukkan perubahan ketika sakit, dan berusaha bersikap senormal mungkin. Makanya tak heran jika ada yang punya kelinci dan selalu melihat kelincinya tiap hari secara teratur, sebagian dari mereka ada yang tak sadar kelincinya sedang sakit. Hal ini terjadi karena mereka hanya memperhatikan tampilan luar atau umum kelinci saja tanpa memeriksa tubuhnya secara detail. Baru sadarnya mereka adalah ketika tahu kelincinya tiba-tiba saja mati atau di waktu sekaratnya.
Dari apa yang saya utarakan di atas tentang kelinci sakit, terlihat bahwa kelinci lebih memilih untuk tegar dan bersabar menghadapi rasa sakit dan penderitaannya. Coba bandingkan dengan manusia, dan bayangkan bagaimana jika manusia yang mengalami kasus-kasus yang dialami kelinci tersebut di atas, mulai dari yang sakit perut, mengalami pendarahan, dan yang patah, dsb. Mungkin nyaris tak ada manusia yang bisa berhari-hari sampai lebih seminggu lamanya yang tetap berusaha tenang dan mencoba hidup senormal mungkin tanpa mengungkapkan keluhan rasa sakitnya.
Dan sebenarnya tak hanya kelinci, hewan-hewan lainnya juga begitu kalau kita mau memperhatikannya. Lihatlah anjing atau kucing yang tetap berusaha hidup senormal mungkin dan berjalan mencari makan walaupun satu kakinya nyaris hancur akibat dilindas kendaraan. Begitu juga bangsa burung, dsb.
Benarlah dan tepatlah apa yang dikatakan Allah bahwa memang manusia itu terlalu mudah berkeluh kesah. Dan rendah tingkat kesabaran manusia itu sebenarnya dibandingkan sebagian makhluk Tuhan lainnya. Ada banyak makhluk-makhluk lain yang lebih kuat dan tabah menghadapi sulitnya hidup.
إنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا
Artinya : “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir…..(QS. Al Ma’arij : 19-21)
Semoga kita juga bisa belajar, mengambil hikmah, dan teladan dari bagaimana hewan-hewan tersebut menjalani kehidupannya tanpa mudah berkeluh kesah. Semoga kita bisa lebih tabah, kuat, dan sabar menghadapi kehidupan ini yang sifatnya fana dan hanya sementara saja. Dan sungguh sabar itu sangat tinggi nilainya disisi Allah karena orang yang sabar lah yang diberikan pahala yang tak ada batasnya, sementara pintu surga pun terbuka lebar bagi mereka.
Hai orang-orang yang beriman, minta tolonglah (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar (QS. Al Baqarah : 153)
“Sesungguhnya balasan pahala bagi orang-orang yang sabar adalah tidak terbatas.”(QS. Az Zumar : 10).
” (yaitu) syurga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan) : “Salamun ‘alaikum bima shabartum” (Selamat atas kalian sebagai balasan atas kesabaran kalian). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.(QS Ar’ Ra’d : 23-24)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiada sebuah musibah pun yang menimpa seorang muslim, kecuali pasti Allah hapuskan (dosanya) dengan sebab musibah itu, bahkan sekalipun duri yang menusuknya.” (HR. Bukhari (5640) dan Muslim (2572)). (Diterjemahkan dengan penyesuaian redaksional dari Fatawa Arkanil Islam, hal. 126-127)
Nabi bersabda, “Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya maka Allah segerakan hukuman baginya di alam dunia. Sedangkan apabila Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya maka Allah menahan hukuman atas dosa itu hingga terbayarkan kelak pada hari kiamat.” (HR. Tirmidzi, dinilainya hasan).
mumtaz ya ustadz
BalasHapus