“Air Mata sang Khalifah”
Umar bin Abdul Aziz (682-720 M) adalah sebuah nama yang populer dan menyejarah di tengah-tengah umat Islam, dari masa ke masa. Beliau adalah khalifah ke 8 dari dinasti Bani Umayyah. Namanya menjadi legenda karena keadilan dan keseriusannya saat menjadi Amirul Mukminin.Padahal beliau memerintah hanya 29 bulan di era Bani Umayyah, dan wafat pada usia yang sangat muda, 39 tahun enam bulan. Namun dalam pemerintahnnya yang singkat itu, dia mampu membawa perubahan yang sangat besar bagi umat, yang ditandai dengan hilangnya angka kemiskinan, yaitu ketika para amil berkeliling di perkampungan-perkampungan Afrika, tetapi mereka tidak menemukan seorangpun yang mau menerima zakat. Negara benar-benar mengalami surplus, bahkan sampai ke tingkat dimana hutang-hutang pribadi dan biaya pernikahan warga pun ditanggung oleh negara.
Keistimewaan Umar bin Abdul Aziz tidak hanya saat menjadi pemimpin. Tetapi, Umar bin Abdul Aziz adalah pribadi yang istimewa: wara’, zuhud, tawadhu’, sabar, Alim dan tegas didalam menyatakan kebenaran, sehingga para Ulama menyebutnya sebagai Khulafaurrasyidin yang kelima. Dalam segala sisi kehidupannya, Umar bin Abdul Aziz patut diteladani oleh setiap muslim. Karena itu melalui kisah ini, diharapkan kita dapat mengambil teladan dari Umar bin Abdul Aziz.
Kisah Umar Bin Abdul Aziz, tentu tidak akan terlepas dengan peristiwa di suatu malam di zaman Umar bin Khattab r.a., kakek buyut Umar bin Abdul Aziz dari garis ibu, yang juga khulafaurrasyidin kedua dan sahabat terdekat Rasulullah s.a.w. Pada suatu malam –sebagimana kebiasaan Umar bin Khotthob sejak diangkat sebagai khalifah– dengan ditemani oleh seorang pembantunya, Aslam melakukan ronda di tengah-tengah masyarakat, berjalan di lorong-lorong kota yang merupakan wilayah tanggung jawab beliau agar mengetahui secara langsung keadaan masyarakat yang sebenarnya. Menjelang dini hari, Umar bin Khottob r.a. merasa penat dan beliau memutuskan untuk beristirahat. Tanpa sengaja terdengarlah oleh beliau, dialog antara seorang ibu dengan anak gadisnya di sebuah rumah yang dekat dengan tempat dia beristirahat.
Berkatalah si Ibu. “Nak, tuangkanlah susu itu ke dalam baskom. Besok pagi Ibu akan menjualnya di pasar.” Ketika menuangkan susu ke dalam baskom itu, tiba-tiba sedikit susu tertumpah. “Ibu, sedikit susu tertumpah ketika aku menuangkan ke dalam baskom” kata anak. “Campurkanlah susu itu dengan air, supaya nampak seperti asalnya” suruh ibu kepada anak gadisnya. Si anak berkata “Jangan Ibu, Amirul Mukminin telah membuat peraturan. Tidak boleh menjual susu yang dicampur air”. “Banyak orang melakukannya, campurlah sedikit saja. Toh insyaallah Amirul Mukminin tidak mengetahuinya” kata si Ibu mencoba meyakinkan anaknya. “Ibu, Amirul Mukminin mungkin tidak mengetahuinya, tetapi Tuhan dari Amirul Mukminin pasti melihatnya” tegas si Anak menolak. Mendengar percakapan ini berurailah air mataUmar bin Khottob karena haru, betapa mulianya hati gadis ini. Umar memerintah Aslam untuk menandai rumah itu.
Karena waktu subuh telah menjelang, bersegeralah dia ke masjid untuk mengimami sholat subuh. Sesampainya di rumah, dipanggilnyalah salah seorang anaknya, Ashim. Setelah Ashim menghadap, Umar pun berkata “Wahai Ashim anak Umar, tadi malam aku mendengar percakapan istimewa. Pergilah kamu ke rumah Fulan dan selidikilah keluarganya”.
Ashim menuruti perintah ayahnya. Dia selidiki penghuni rumah itu yang ternyata penjual susu yang miskin. Sekembalinya dari rumah penjual susu, dia menghadap ayahandanya dan mendengar ayahnya berkata “Ashim, pergi dan temuilah mereka. Lamarlah anak gadisnya untuk menjadi istrimu. Insyaallah dia akan memberikan barokah bagimu dan anak keturunanmu. Semoga dari keturunannya kelak, akan lahir seorang pemimpin Islam yang hebat yang akan memimpin bangsa Arab dan A’jam”.
Dari perkawinannya itu, lahirlah seorang cucu perempuan bagi Umar yang diberi nama Laila, yang kelak akan dikenal dengan panggilan Ummi Ashim. Pada suatu malam setelah itu, Umar bin Khattab r.a.bermimpi, melihat seorang pemuda dari keturunannya, yang nama pemuda itu sama dengan namanya, Umar. Dengan cacat di keningnya karena luka. Pemuda itu memimpin umat Islam seperti dia memimpin umat Islam. Mimpi ini kemudian disampaikan hanya di kalangan keluarganya saja. Setelah Umar bin Khattab r.a. meninggal dunia, cerita ini tetap terpendam di kalangan keluarga. Dari Ummi Ashim inilah lahir Umar Bin Abdul Aziz simak kisahnya disini
oleh: Abu Salsabila
Tidak ada komentar:
Posting Komentar