Kesederhanaan Sang Bintang "Ketika Cinta Bertasbih"

Khairul Azzam, bintang dalam film Ketika Cinta Bertasbih (KCB), nunggang motor bebek jadul yang sudah berumur 10 tahun. Lakon ini, tentu tak ada dalam seting film produksi Sinema Art yang tengah merajai bioskop di tanah air itu. Tapi hadir, dalam kehidupan nyata pemeran Azzam, Cholidi Asadil Alam.
Dia sosok yang bersahaja, murah senyum, dengan pengetahuan agama yang cukup baik. Bintangnya tengah bersinar di langit tinggi, tapi pemuda kelahiran Pasuruan 1989 itu, tetap merunduk ibarat padi. Cholidi, tetaplah dirinya yang santun bertutur dan tampil apa adanya.

Selasa lalu, seperti hari-hari biasanya, ia menyusuri Jakarta yang padat, dengan motor warisan kakaknya yang dibawa langsung dari Pasuruan, Jawa Timur. Motor bebek yang diproduksi tahun 2000-an, dengan bentuk yang tak lagi rapi. Tapi, motor itu tetap menemani Cholidi menghadiri berbagai event yang terkait film KCB. Meski pertemuan di tempat-tempat elit, Cholidi tetap setia mengajak motornya.




Hari itu, ia meluangkan waktu khusus untuk datang ke kantor Al-Azhar Peduli Ummat, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Janjinya pukul 09.00, tapi molor satu jam, karena ban motornya gembos di jalan. Ia mendorong beberapa meter, hingga bertemu bengkel.

“Mas ini, seperti Azzam KCB ya”, selidik tukang bengkel. Cholidi mengangguk, ia memberi senyum ramahnya. Sejenak, tukang bengkel itu tertegun. Ia seakan tak percaya, bintang pujaannya naik motor jadul.

Cholidi, tengah berusaha tidak berubah. Dengan ketenarannya, ia tak berniat aji mumpung. Putra ketiga dari tiga bersaudara, pasangan H Abdul Latief Adenan dengan Hj Affidatuzzahro itu, selalu berusaha mengendalikan diri untuk tidak terjebak dalam dunia glamor.

Suatu ketika, usai promosi KCB di Batam, salah seorang penggemarnya mau memberi Blackberry. Tapi Cholidi kebingungan, karena ia merasa barang itu amat mewah buat dirinya.
“Saya merasa belum siap menggunakan barang-barang yang mahal”, akunya santun.

Cerita dalam KCB, menempatkan Azzam sebagai sosok yang punya kepedulian tinggi. Tidak hanya pada keluarganya, tapi juga teman-temannya. Dalam realita pemerannya, kisah ini memang punya kemiripan dengan sikap hidup Cholidi. Ia merantau sekolah ke Jakarta sejak keluar SMP. Ditempa berbagai tantangan hidup, nurani kepedulian Cholidi makin kuat.

Sejak di bangku SMP dan SMA, Cholidi aktif berorganisasi. Ia melibatkan diri dalam berbagai aktivitas kepedulian. Di SMA, ia pernah membuat Majelis Maulid, misalnya. Dalam majelis itu, Cholidi mengajak teman-temannya menjadikan sedekah sebagai solusi keluar dari kesulitan. Hasilnya, tak sedikit teman-temannya yang kurang mampu dapat dibantu. Meski pada saat itu, Cholidi sendiri juga dalam kesulitan.

“Kita jangan takut menjadi miskin karena memberi”, tandas Cholidi menggetarkan. Sebagai orang yang dibesarkan dalam lingkungan pesantren, pengetahuan Choilidi pada dunia zakat juga cukup baik. Ia juga meyakini, zakat rukun Islam yang paling tepat sebagai instrument ekonomi umat.

“Kita juga harus berzakat dalam keadaan lapang dan sempit. Kalau sholat adalah ketaatan jiwa raga kepada Allah, sedangkan zakat bentuk ketaatan dalam harta kepada Allah”, tandas Cholidi, yang kini menjadi mahasiswa baru di Universitas Al-Azhar Indonesia itu. Tiga jam bersama Cholidi, di ruang kantor Al-Azhar Peduli yang sempit, jadi terasa lapang.

“Salah satu yang menjadikan kita manusia, adalah ketika kita peduli terhadap sosial dan kemanusiaan”, terang Cholidi, makin bernas.

Komitmen Cholidil Asadil Alam pada kemanusiaan, ditunjukkan dengan terlibat aktif dalam aktivitas Al-Azhar Peduli Ummat. Dengan motor jadulnya, ia siap bergabung dimanapun, Al-Azhar Peduli menggelar aktivitas kemanusiaan. Apalagi, kini ia bagian dari keluarga besar Al-Azhar.
“Saya bersyukur pada Allah, saya bahagia dan senang sekali dapat bergabung dengan Al-Azhar Peduli Ummat ini. Saya siap menjadi duta zakat Al-Azhar”, tegas Cholidi, diamini seluruh awak Al-Azhar Peduli Ummat.

Bagi lembaga zakat ini, keterlibatan Cholidi menjadi satu anugerah. Tidak ada yang layak diucapkan pada bintang KCB itu, selain, “Ahlan wa sahlan Khairul Azzam dan Cholidi Asadil Alam”. by Sunaryo Adhiatmoko sumber https://www.facebook.com/notes/sunaryo-adhiatmoko/latar-hati-mbah-rinjing/10150539904128742#!/note.php?note_id=100877288741

Tidak ada komentar:

Posting Komentar